1. Pendahuluan
Istilah dalam bahasa Indonesia “Alkitab” berasal dari bahasa
Arab, yang berarti “buku”. Istilah dalam bahasa Inggris “bible” berasal
dari kata Yunani biblion, yang berarti “buku” atau “gulungan”. Kata ini
berasal dari kata byb1os, yang menunjuk kepada tanaman papirus yang
tumbuh di tepi sungai, khususnya sepanjang Sungai Nil di Mesir. Bahan‑bahan
yang digunakan dalam tulis‑menulis berasal dari tanaman papirus ini.
Selanjutnya, bentuk jamak biblia digunakan oleh orang Kristen yang
berbahasa Latin yang menunjuk kepada semua buku dalam Perjanjian Lama dan Baru.
Istilah “Kitab Suci” berasal dari kata Yunani graphe, yang
secara sederhana berarti “tulisan”. Dalam PL, tulisan ini dipandang memiliki
otoritas tinggi (2 Raja 14:6; 2 Taw. 23:18; Ezra 3:2; Neh. 10:34). “Tulisan‑tulisan”
dalam PL dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok: Kitab Hukum, Kitab Para Nabi,
dan Kitab Puisi, dan tersusun dari 39 kitab PL. Secara formal tulisan‑tulisan
ini, yaitu Kitab Suci, dikombinasikan ke dalam Kanon PL.
Dalam PB, kata kerja Yunani grapho digunakan 90 kali
yang mengacu pada Alkitab, sedangkan kata benda graphe digunakan 51 kali
dalam PB, dan sebagian besar menunjuk kepada Kitab Suci.
2. Asal Mula Alkitab
2.1. Klaim Alkitab
Banyak bukti menyatakan bahwa Alkitab adalah suatu kitab
utuh dan unik, tidak sama dengan buku‑buku lain. Keunikan ini menyatakan dalam
dirinya sendiri suatu kesaksian atas sifat‑sifatnya yang luar biasa. Sekitar
3800 kali Alkitab menyatakan, “Allah berkata” atau “Demikianlah
firman TUHAN” (Kel. 14: 1; 20: 1, Im. 4: 1, Bil. 4: 1, Ul. 4:2; 32:48, Yes.
1: 10, 24, Yer. 1: 11; Yeh. 1:3, dsb.).
Paulus
juga menyatakan bahwa apa yang dia tuliskan adalah perintah Tuhan (1 Kor.
14:37), dan diterima dengan penuh ucapan syukur oleh orang percaya (1 Tes.
2:13). Petrus menyatakan kepastian Kitab Suci dan perlunya hidup dari Firman
Allah (2 Pet. 1: 16‑2 1). Yohanes juga menyatakan bahwa pengajarannya adalah
dari Allah; menolak pengajarannya berarti menolak Allah (1 Yoh. 4:6).
Menanggapi mereka yang menolak alasan yang disebutkan di
atas, perlu dicatat bahwa para penulis yang mengklaim untuk Kitab Suci adalah
orang-orang yang layak yang mempertahankan integritas Kitab Suci dalam
pengorbanan diri yang besar. Yeremia menerima beritanya langsung dari Tuhan (Yer.
11: 1-3), sekalipun demikian pembelaannya terhadap Kitab Suci nyaris
menyebabkan ia terbunuh (Yer. 11:21); bahkan keluarganya juga menolaknya (Yer.
12:6). Nabi‑nabi palsu banyak yang menentangnya (Yer. 23:21, 32; 28:1‑17).
Namun, klaim Alkitab tidak harus dipahami dalam argumentasi yang berputar‑putar.
Kesaksian dari para saksi yang layak dipercaya ‑ khususnya Yesus, tetapi juga
yang lainnya seperti Musa, Yosua, Daud, Daniel, dan Nehemia dalam PL, dan
Yohanes serta Paulus dalam PB ‑ menyatakan otoritas dan pengilhaman verbal
Kitab Suci.
2.2. Kesinambungan Alkitab
Asal‑usul Alkitab yang ilahi lebih lanjut nampak dalam
kesinambungan pengajarannya terlepas dari hakekat komposisinya yang luar biasa.
Alkitab ditulis oleh 40 orang penulis yang berbeda dengan profesi yang berbeda‑beda
pula. Ada Musa, seorang pemimpin politik; Yosua, seorang pemimpin militer;
Daud, seorang gembala; Salomo, seorang raja; Amos, seorang peternak dan
pemungut ara hutan; Daniel, seorang perdana menteri; Matius, seorang pemungut
cukai; Lukas, seorang dokter medis; Paulus, seorang rabi; dan Petrus, seorang
nelayan.
Selanjutnya, Alkitab tidak hanya
ditulis oleh penulis yang berbeda‑beda, tetapi juga di lokasi dan lingkungan
yang berbeda. Alkitab ditulis di tiga benua: Eropa, Asia, dan Afrika. Paulus
menulis dari penjara Roma dan juga dari kota Korintus ‑ keduanya di Eropa;
Yeremia (dan kemungkinan besar Musa) menulis dari Mesir di Afrika; sebagian
besar kitab lainnya ditulis di Asia. Musa menulisnya di padang belantara, Daud
menyusun mazmurnya di pedesaan, Salomo menulis Amsal di istana raja, Yohanes
menulis sebagai orang buangan di Pulau Patmos, dan Paulus menulis kelima
bukunya dari penjara.
Nampak bahwa banyak penulis tidak mengenal penulis Kitab
Suci yang lainnya dan tidak akrab dengan tulisan lainnya, karena rentang
penulisan kitab-kitab itu hampir 1500 tahun, namun demikian Alkitab memiliki
kesatuan yang utuh dan menakjubkan. Tidak ada kontradiksi atau ketidak‑konsistenan
di dalamnya. Roh Kudus menyatukan 66 kitab dan menetapkan kesatuannya yang
harmonis. Dalam kesatuan tersebut, kitab‑kitab itu mengajarkan ketritunggalan
Allah, keilahian Yesus Kristus, kepribadian Roh Kudus, kejatuhan dan kerusakan
manusia, dan juga keselamatan oleh anugerah. Jelas bahwa manusia saja tidak
akan mampu mengharmonisasikan pengajaran‑ pengajaran Alkitab. Jawabannya
hanyalah bahwa ada pengarang ilahi Alkitab.
3. Pewahyuan Ilahi Alkitab
3.1. Definisi Pewahyuan
Istilah “pewahyuan” berasal dari kata Yunani αποκαλυθις (apokalupsis),
yang berarti “tidak tertutup” atau “tidak terselubung”. Jadi, pewahyuan
berarti Allah tidak menyelubungi Diri‑Nya terhadap manusia. Pewahyuan
menyebabkan kemungkinan munculnya teologi; jika Allah tidak menyatakan Diri‑Nya,
tidak akan ada pernyataan yang akurat dan proposional tentang Allah. Roma 16:25
dan Lukas 2:32 menyatakan Allah menyatakan Diri‑Nya dalam Pribadi Yesus
Kristus. Itulah puncak pewahyuan Allah.
Pewahyuan bisa didefinisikan sebagai “tindakan Allah dimana
Ia menyatakan Diri‑Nya sendiri atau mengkomunikasikan kebenaran kepada pikiran,
dimana Ia menyatakan kepada makhluk ciptaan‑Nya apa yang tidak bisa diketahui
dengan cara lain. Pewahyuan bisa terjadi dalam suatu tindakan yang tunggal dan instant,
atau berkembang meliputi suatu masa; dan komunikasi tentang Diri dan
Kebenaran‑Nya bisa diterima pikiran manusia dalam berbagai tingkat
kepenuhannya”. Hal penting yang ditekankan di sini adalah bahwa Allah membuka
kebenaran tentang Diri‑Nya sehingga manusia bagaimana pun juga akan tahu.
Dalam arti yang lebih luas, “pewahyuan” menyatakan bahwa
“Allah menyatakan Diri‑Nya melalui alam ciptaan, sejarah, dan hati nurani
manusia dan Alkitab. Pewahyuan diberikan baik dalam peristiwa atau kata”.
Pewahyuan mencakup hal yang “umum” ‑ Allah menyatakan Diri‑Nya dalam sejarah
dan alam, dan secara “khusus” ‑ Allah menyatakan Diri‑Nya dalam Kitab Suci dan
Anak‑Nya.
4.1.
Perlunya Pengilhaman
Pengilhaman dibutuhkan untuk meneguhkan pewahyuan
Allah. Jika Allah telah menyatakan Diri‑Nya tetapi rekaman pewahyuan tidak
dilakukan dengan akurat, maka pewahyuan Allah akan terus dipertanyakan. Jadi,
pengilhaman menjamin keakuratan pewahyuan.
4.2.
Definisi Pengilhaman
Pengilhaman dapat didefinisikan
sebagai “pembimbingan Roh Kudus terhadap para penulis sehingga sekalipun mereka
menulis dengan gaya dan kepribadian mereka masing‑masing, hasilnya adalah
Firman Allah yang tertulis ‑ otoritatif, layak dipercaya, dan bebas dari salah
dalam naskah aslinya.” Berikut ini adalah definisi yang dikemukakan oleh para
teolog Injili:
(b)
E.J. Young ‑ “Pengilhaman adalah bimbingan Roh Kudus Allah terhadap para
penulis Kitab Suci, sehingga Kitab Suci memiliki otoritas dan kelayakan Ilahi
dan, dengan demikian, bebas dari salah”.
(c)
C.H. Ryrie ‑ “Pengilhaman adalah ……. bimbingan Allah terhadap penulis
manusia, sehingga dengan menggunakan kepribadian mereka sendiri, mereka menulis
dan merekam tanpa salah pewahyuan‑Nya kepada manusia dalam kata‑kata di naskah
aslinya. “
Ada
beberapa hal penting dalam pengilhaman dari berbagai definisi di atas :
(1) unsur ilahi ‑ Allah Roh Kudus
membimbing para penulis, untuk menjamin keakuratan penulisan;
(2) unsur manusia ‑ penulis
manusia menulis menurut gaya dan kepribadian mereka sendiri;
(3) hasil kepengarangan ilahi‑manusia
ini merupakan rekaman kebenaran Allah tanpa salah;
(4) pengilhaman berkembang kepada
pemilihan kata‑kata oleh para penulis;
(5) pengilhaman berkaitan dengan
naskah asli.
Istilah
bahasa Inggris inspiration dalam penggunaan teologisnya berasal dari
Alkitab Vulgata Latin dimana kata kerja inspiro muncul dalam 2 Tim.
3:16 dan 2 Pet. 1:21. Kata inspiration digunakan untuk menerjemahkan
θεοπυστος, theopneustos, kata Yunani yang hanya muncul dalam PB, dalam
2 Tim. 3:16. Theopneustos berarti “hembusan nafas Allah”, sehingga
ilham lebih akurat karena menekankan bahwa Kitab Suci merupakan hasil hembusan
nafas Allah. Kitab Suci bukan merupakan sesuatu yang dihembusi ke dalam oleh
Allah, melainkan telah dihembusi keluar oleh Allah.
4.3. Pandangan
Keliru tentang Pengilhaman
Berikut ini adalah beberapa
pandangan yang keliru tentang pengilhaman:
(1)
Pengilhaman Alamiah (Natural Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan
bahwa tidak ada campur tangan supranatural terhadap pengilhaman Alkitab; para
penulis Kitab Suci adalah orang‑orang biasa yang mempunyai kemampuan luar biasa
yang menulis kitab‑kitab dalam Alkitab dengan cara yang sama ketika seseorang
akan menulis sebuah buku. Para penulis adalah orang‑orang dengan pengamatan
agamawi yang luar biasa, dan menuliskan hal‑hal agamawi dengan cara yang sama
seperti Shakespeare atau Schiller menulis sastra.
(2) Penerangan Rohani (Spiritual
Illumination)‑ Pandangan ini menyatakan bahwa mungkin saja ada orang
Kristen yang rnemiliki pandangan rohani lebih cermat dari orang Kristen
lainnya. Orang seperti itulah yang diterangi oleh Roh Kudus, yang dapat menjadi
penulis Kitab Suci yang terilhami. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa
tidak ada tulisan yang diilhami, melainkan penulisnya yang diilhami.
(3) Pengilhaman Sebagian atau
Dinamis (Partial or Dynamic Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan
bahwa bagian‑bagian Kitab Suci yang berkaitan dengan masalah iman dan
prakteknyalah yang diilhami, sedangkan yang menyangkut hal‑hal seperti sejarah,
ilmu pengetahuan, kronologis, atau masalah non‑iman lainnya bisa salah. Menurut
pandangan ini, Allah menjaga berita keselamatan di antara materi lain yang bisa
salah. Pandangan ini menolak pengilhaman verbal (pengilhaman terhadap kata‑kata
Kitab Suci), dan menolak pengilhaman menyeluruh (pengilhaman atas seluruh isi
Kitab Suci).
Meskipun
ada, kesalahan dalam Kitab Suci, kata mereka, namun suatu media yang tak
sempurna tetap bisa merupakan bimbingan yang cukup kepada keselamatan.
Kita
bisa mempertanyakan kepada penganut pandangan ini: bagian Alkitab manakah yang
diilhamkan dan bagian manakah yang mengandung kesalahan? Siapa yang menentukan
bagian Alkitab mana yang layak dipercaya dan mana yang keliru? (Yang percaya
bahwa ada kesalahan dalam Alkitab saling berselisih pendapat tentang daftar
kesalahan dalam Alkitab).
(4) Pengilhaman Konsep (Conceptional
Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa hanya konsep atau
gagasan penulislah yang diilhami, bukan kata‑katanya. Menurut pandangan ini,
Allah memberikan suatu ide atau konsep kepada penulis yang kemudian menuangkan
ide tersebut dalam kata‑kata mereka sendiri. Itu berarti bisa ada kesalahan
dalam Kitab Suci karena pemilihan kata diserahkan kepada penulis; dan tidak
dibimbing oleh Allah. Namun, kenyataannya, Yesus sendiri (Mat. 5:18), dan
Paulus (I Tes. 2:13) menyatakan adanya pengilhaman verbal.
(5) Dikte Ilahi (Divine
Dictation) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa Allah mendiktekan kata‑kata
dalam Kitab Suci dan kemudian orang-orang menuliskannya secara pasif, yaitu
seperti sekretaris yang hanya menuliskan kata‑kata yang disuruhkan kepada
mereka.
Meskipun
ada beberapa bagian Kitab Suci yang didiktekan (mis. Kel. 20:1, “Lalu Allah
mengucapkan segala firman ini:”), kitab‑kitab dalam Kitab Suci menyatakan
adanya kontras dalam gaya dan kosakata, yang membuktikan bahwa para penulis
bukan sekedar orang-orang otomatis. Misalnya, Yohanes menulis dengan gaya
sederhana dengan kosakata terbatas, sedangkan Lukas menulis dengan kosakata
yang dikembangkan dan gaya yang lebih canggih. Jika teori pendiktean ini benar,
gaya penulisan kitab‑kitab seharusnya seragam.
(6) Pandangan neo‑orthodox ‑
Pandangan ini menyatakan bahwa Alkitab tidak boleh tepat disamakan dengan
Firman Allah karena Allah tidak hanya berbicara dengan menggunakan preposisi‑preposisi.
Allah tidak hanya menyatakan Diri‑Nya dengan fakta‑fakta. Ia menyatakan Diri-Nya
Sendiri. Alkitab bukanlah substansi Firman Allah, tetapi lebih
merupakan kesaksian terhadap Firman Allah. Alkitab baru menjadi Firman
Allah jika pembaca menjumpai Kristus dalam pengalaman pribadinya yang
subyektif. Selanjutnya Alkitab penuh dengan mitos, sehingga dibutuhkan adanya
demitologisasi (penghilangan mitos) Alkitab untuk menemukan apa yang
sesungguhnya terjadi. Kesejarahan peristiwa tidak penting. Misalnya, apakah
Yesus Kristus benar‑benar bangkit dari antara orang mati atau tidak dalam ruang
dan waktu tidaklah penting bagi penganut pandangan ini. Hal yang penting adalah
pengalaman perjumpaan yang mungkin terjadi sekalipun Alkitab mengandung
kesalahan. Dalam pandangan ini otoritas terletak pada pengalaman subyektif
setiap pribadi daripada Kitab Suci itu sendiri.
4.4.
Pandangan Alkitab tentang Pengilhaman
4.4.1.
Pandangan Kristus
Guna menentukan hakekat
pengilhaman Alkitab, tak ada yang lebih signifikan dari pandangan Yesus Kristus
sendiri. Pandangan Kristus ini harus menjadi norma pandangan kita tentang
Alkitab. Jadi doktrin pengilhaman tidak hanya terletak pada kedua ayat penting:
2 Tim. 3:16 dan 2 Pet. 1:21, melainkan kepada pandangan Kristus terhadap Kitab
Suci itu sendiri.
(a) pengilhaman keseluruhan,
dimana Yesus Kristus menyatakan bahwa seluruh PL diilhamkan oleh Allah (Mat.
5:17‑18; Luk. 24:44; Yoh. 10:35)
(b) Pengilhaman per bagian,
dimana Yesus mengutip bagian‑bagian PL sebagai bagian dari pengajaran‑Nya,
misalnya:
Mat. 4:4‑7,10 mengutip dari Ul.
8:3; 6:13,16
Mat. 21:42 mengutip dari Maz.
118:22
Mat. 12:18‑21 mengutip dari Yes.
42:1‑4
(c) pengilhaman kata‑kata, dimana
Yesus menunjukkan bahwa kata-kata yang ada dalam PL diilhamkan oleh Allah
sendiri, misalnya:
> Dari Kel. 3:6 “Akulah Allah ayahmu, … “ Yesus menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Akulah (dalam bentuk present) adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati.
> Dari Maz. 110:1 “Demikianlah
firman TUHAN kepada tuanku …“ Yesus menjelaskan kata tuanku
(my Lord) saat Ia berdiskusi dengan orang Farisi (Mat. 22:44).
> Dari Maz. 82:6 “Kamu
adalah allah, … ” Yesus menjelaskan kata allah (gods)
dalam pengajaran‑Nya (Yoh. 10:34)
(d) pengilhaman huruf, dimana
Yesus menyatakan bahwa setiap huruf juga diilhamkan oleh Allah (Mat. 5:18).
(e) pengilhaman PB, dimana ucapan
dengan engajaran Yesus juga diilhami oleh Roh Kudus (Yoh. 14:26).
4.4.2. Pandangan
Paulus
(a) pengilhaman PL dan PB (1 Tim.
5:18 bdk. Ul. 25:4; Luk. 10:7).
(b) pengilhaman kata (2 Tim.
3:16).
(c) seluruh Kitab Suci dihembusi
oleh Allah.
4.4.3.
Pandangan Petrus
Sejalan dengan pandangan Rasul
Paulus, Rasul Petrus menggunakan istilah “firman yang telah disampaikan oleh
para nabi” (prophetic words) (2 Pet. 1:19), “nubuat‑nubuat dalam Kitab
Suci” (prophecy of Scripture) (2 Pet. 1:20), dan “nubuat” (prophecy)
(2 Pet. 1:21).
5. Inerensi
Alkitab
5.1.
Definisi Inerensi
Pemahaman tentang pengilhaman
sesuai dengan pandangan orthodoks memuat istilah‑istilah: verbal
(menyangkut seluruh kata), plenary (menyangkut seluruh Kitab Suci), infallible
(tidak akan gagal), inerrant (tidak memuat kesalahan), unlimited
(tidak terbatas).
Istilah “inerensi” (ketak‑bersalahan)
menurut E.J. Young berarti “Kitab Suci memiliki kebebasan berkualitas dari
kesalahan. Tidaklah mungkin salah, tidak bisa keliru. Dalam seluruh
pengajarannya sempurna sesuai dengan kebenaran.”
Sedangkan
menurut Charles Ryrie dijelaskan dengan silogisme sebagai berikut: “Allah
adalah benar (Roma 3:4); Kitab Suci dihembusi nafas Allah (2 Tim. 3:16); oleh
sebab itu Kitab Suci benar (karena berasal dari hembusan nafas Allah yang
benar)”. Selanjutnya ia menyatakan bahwa “secara sederhana Allah mengatakan
kebenaran. Kebenaran dapat meliputi perkiraan, kutipan bebas, bahasa yang
digunakan, dan berbagai hal sepanjang tidak saling bertentangan.”
Hasil dari Konsili Internasional
Inerensi Alkitab menyatakan demikian, “Sebagai yang diberikan Allah secara utuh
dan menyeluruh, Kitab Suci adalah tanpa salah atau kekeliruan dalam seluruh
pengajarannya, baik yang menyatakan tentang tindakan Allah dalam penciptaan,
tentang berbagai peristiwa sejarah dunia, dan tentang nilai sastranya sendiri,
maupun dalam kesaksiannya tentang anugerah Allah yang menyelamatkan dalam
kehidupan setiap pribadi.”
Jadi inerensi berarti, “Ketika
semua fakta diketahui, Alkitab dalam naskah aslinya dan yang kemudian
ditafsirkan dengan benar dinyatakan seluruhnya benar dalam apapun yang
diajarkan, baik menyangkut doktrin, sejarah, ilmu pengetahuan, geografi,
geologi, atau disiplin ilmu lainnya.”
5.2.
Penjelasan Inerensi
Definisi inerensi di atas dapat
lebih dipahami melalui penjelasan berikut:
(1) Inerensi membolehkan adanya
keragaman gaya penulisan.
(2) Inerensi membolehkan adanya
keragaman rincian dalam menjelaskan peristiwa yang sama.
(3) Inerensi tidak membutuhkan
laporan peristiwa dengan kata‑kata yang tepat sama (verbatim report).
(4) Inerensi membolehkan
terjadinya pemisahan dari bentuk standar tata- bahasa.
(5) Inerensi membolehkan
munculnya ayat‑ayat yang sulit (bermasalah).
(6) Inerensi membutuhkan
akunatbilitas yang tidak mengajarkan kesalahan atau kontradiksi (mis. Mat. 8:5‑13
dan Luk. 7:1‑10).
5.3. Masalah‑masalah
jika menolak Inerensi
Jika orang menotak inerensi
Alkitab, maka muncul masalah‑masalah berikut:
(1) Sesuatu yang salah atau
keliru dapat mengajarkan kebenaran.
(2) Melecehkan karakter atau
sifat Allah.
(3) Tidak saling sependapat
dengan daftar kesalahan.
FIRMAN ALLAH :
DUA WAHYU YANG HIDUP
|
FIRMAN
INKARNASI YANG HIDUP
|
FIRMAN
TERTULIS YANG HIDUP
|
YESUS KRISTUS
|
ORANG TUA MANUSIAWI
|
NAUNGAN
ROH KUDUS
|
TANPA DOSA
|
ALKITAB
|
PENULIS MANUSIAWI
|
BIMBINGAN ROH KUDUS
|
TANPA SALAH
|
6. Kanonisitas
Alkitab
6.1.
Definisi Kanonisitas
Jika Kitab Suci memang diilhami
oleh Allah, muncul suatu pertanyaan penting: Kitab manakah yang diilhami? Dari
sejarah nampaknya penting bagi umat Tuhan untuk menentukan kitab mana yang
telah Allah ilhami dan yang mana yang dipandang berotoritas.
Istilah “kanon” digunakan untuk
menggambarkan kitab‑kitab yang diilhami. Istilah ini berasal dari kata Yunani κανον,
kanon, yang berasal dari kata Ibrani qaneh, yang berarti “buluh
atau tongkat pengukur”. Jadi istilah “kanon” atau “kanonis” berarti menunjukkan
suatu standar dengan apa kitab‑kitab itu diukur untuk menentukan apakah kitab‑kitab
itu diilhami atau tidak. Perlu dicatat bahwa konsili keagamaan tidak memiliki
kuasa untuk menyebabkan kita‑kitab itu diilhami, namun secara
sederhana hanya mengenali apa yang Allah telah ilhami ketika kitab‑kitab
itu ditulis.
Orang yahudi dan Kristen
konservatif mengenali adanya 39 kitab dalam PL yang diilhami. Orang Protestan
Injili mengenali 27 kitab PB yang diilhami. Orang‑orang Katolik Roma mempunyai
total 80 kitab karena mereka mengenali kitab‑kitab Apokripa sebagai kitab‑kitab
semi‑kanonis.
6.2.
Kanonisitas PL
Teks Masoret PL membagi ke‑39
kitab‑kitab PL sbb.:
(1) Kitab Hukum (Pentateuch)
(2) Kitab Nabi‑nabi (Yosua, Hakim‑hakim,
1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 raja‑raja, nabi besar dan nabi kecil)
(3) Tulisan (disebut juga
“Mazmur”, termasuk puisi dan kitab‑kitab kebijaksanaan ‑ Mazmur, Amsal, dan
Ayub; Gulungan – Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, dan Ester; dan Kitab
Sejarah Daniel, Ezra, Nehemia, dan 1‑2 Tawarikh).
Pada mulanya, ke‑39 kitab ini
dihitung sebagai 24 kitab dengan menggabungkan 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja‑raja,
1 dan 2 Tawarikh, kitab nabi-nabi kecil, dan Ezra‑Nehemia. Di zaman PB, ketiga pembagian
itu telah dikenal luas (Luk. 24:44).
Pengujian khusus untuk
kanonisitas diberlakukan:
- Apakah kitab itu menunjukkan
kepengarangan Ilahi?
- Apakah kitab itu
mencerminkan percakapan Allah melalui suatu mediator? (mis.: Kel. 20:1;
Yos. 1:1; Yes. 2:1)
- Apakah pengarang manusiawi
itu merupakan juru bicara Allah?
- Apakah ia seorang nabi atau
mempunyai karunia kenabian? (mis.: Ul. 31:24‑26; 1 Sam. 10:25; Neh. 8:3)
- Apakah dalam sejarah kitab
itu terbukti ketepatannya?
- Apakah kitab itu
mencerminkan rekaman fakta‑fakta aktual?
- Bagaimana kitab itu diterima
oleh orang Yahudi?
6.3.
Kanonisitas PB
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan pengenalan kanon PB:
(1) Tulisan‑tulisan tajam yang
menyerang tulisan‑tulisan asli. Misalnya, Marcion menolak
tulisan PL dan PB terpisah dari surat‑surat Paulus (ia menjadikan Injil Lukas
sebagai alternatif untuk menguatkan ajarannya)
(2) Isi tulisan PB menyaksikan
otentisitasnya dan secara alamiah dikumpulkan, dan dikenal sebagai kitab‑kitab
kanonis.
(3) Tulisan para rasul digunakan
dalam ibadah umum, karenanya penting untuk menentukan mana yang kanonis.
(4) Edict Kaisar
Diolectianus (303 AD), yang menuntut agar semua kitab‑kitab suci dibakar,
mengakibatkan terbentuknya kumpulan PB.
Proses pengenalan dan pengumpulan
terjadi di Abad Pertama. Sejak awal, kitab‑kitab PB sudah dikenali. Misalnya,
Paulus mengenali tulisan Lukas sederajad dengan PL (1 Tim. 5:18 mengutip Ul.
25:4, dan Luk. 10:7 dan teks keduanya disebut sebagai “Kitab Suci berkata”).
Petrus juga mengenali tulisan Paulus sebagai Kitab Suci (2 Pet. 3:15‑16). Surat‑surat
rasuli dibacakan di jemaat‑jemaat dan bahkan. diedarkan kepada jemaat‑jemaat
(Kol. 4:16; 1 Tes. 5:27).
Pada zaman pasca‑rasuli, Clement
dari Roma (± 95 AD) menyebutkan setidaknya 8 kitab PB dalam suratnya; Ignatius
dari Antiokhia ± 115 AD) juga mengenal sekitar 7 kitab; Policarpus,
murid Yohanes ± 108 AD) mengenali 15 kitab. Selanjutnya Ireneus
menulis (± 185) mengenali 21 kitab. Hippolitus (± 170‑235)
mengenali 22 kitab. Kitab‑kitab yang bermasalah pada masa itu adalah lbrani,
Yakobus, 2 Petrus, dan 2 dan 3 Yohanes.
Yang lebih penting lagi adalah
kesaksian Kanon Muratoria (170 AD), yang merupakan kumpulan kitab‑kitab yang
dikenal sebagai kanonis pada masa gereja mula‑mula. Kanon Muratoria memuat
semua kitab PB kecuali Ibrani, Yakobus, dan satu surat Yohanes.
Pada Abad IV juga ada pengenalan
yang jelas terhadap kanon PB. Ketika Athanasius menulis pada tahun 367, ia
mengutip 27 kitab PB sebagai kitab‑kitab yang benar. Di tahun 363 Konsili di
Laodikia menyatakan bahwa hanya PL dan 27 kitab PB dibaca di gereja‑gereja.
Konsili Hippo (393) menyatakan 27 kitab, dan Konsili Khartago (397) menyatakan
bahwa hanya kitab‑kitab kanonisi tersebut yang dibaca di gereja‑gereja.
Bagaimana gereja mengenali kitab‑kitab
mana yang kanonis? Berikut ini adalah daftar pertanyaan sebagai penguji kitab
kanonis:
(1) Apostolisitas ‑ Apakah
penulis seorang rasul atau mempunyai hubungan khusus dengan rasul? Misalnya,
Markus menulis di bawah otoritas Petrus, dan Lukas menulis di bawah otoritas
Paulus.
(2) Penerimaan ‑ Apakah kitab itu
diterima oleh sebagian besar gereja? Pengenalan yang diberikan oleh suatu
gereja kepada suatu kitab amatlah penting. Dengan kanon ini kitab‑kitab palsu
ditolak (tetapi juga ada pengenalan penundaan pada beberapa kitab resmi).
(3) Isi ‑ Apakah kitab itu
mencerminkan konsistensi pengajaran dengan apa yang telah diterima sebagai
pengajaran orthodoks? “Injil Petrus” yang palsu ditolak dengan menggunakan
prinsip ini.
(4) Pengilhaman ‑ Apakah kitab
itu mencerminkan kualitas pengilhaman? Kitab‑kitab Apokripa dan Pseudopigrapha
ditolak karena tidak memenuhi pengujian ini. Kitab itu harus mernuat bukti
nilai moral dan rohani yang tinggi yang mencerminkan pekerjaan Roh Kudus.
7. Komposisi
Alkitab
7.1.
Reliabilitas Teks PL
Meskipun kita tidak memiliki lagi
naskah asli baik PL maupun PB, teks Alkitab yang kita miliki sekarang tetap reliable
(dapat dipercaya/diandalkan). Sejarah perkembangan teks PL akan menyatakan
hal tersebut. Pekerjaan menyalin naskah kuno adalah suatu karya yang
membosankan, tetapi orang‑orang Yahudi dikenal ulet dalam hal ini. Ada aturan
yang menetapkan jenis perkamen, banyaknya garis yang harus ditulis, warna
tinta, dan masalah revisi. Ketika perkamen‑perkamen itu mulai ditunjukkan,
orang‑orang Yahudi itu membakar naskah yang ada. Hasilnya, hingga penemuan
Gulungan Laut Mati di Qumran, naskah yang tertua berasal dari tahun 900 AD.
Di samping itu, reliabilitas teks
PL nampak dalam transkrip teks yang cermat di zaman Ezra dan selanjutnya di
bawah orang‑orang Masoret, yang mengembangkan tradisi pemeliharaan dan
ketepatan penyalinan teks. Mereka menjamin keakuratan tersebut dengan
menghitung jumlah huruf dalam kitab itu, dengan mencatat huruf tengahnya, dan
ini pun pekerjaan yang membosankan. Misalnya, mereka mencataat bahwa huruf
Ibrani aleph muncul 42.377 kali dalam PL. Jika hitungan salinan baru
tidak sama dengan hitungan salinan aslinya, naskah itu disalin ulang. Jika
suatu kata atau kalimat tidak benar muncul dalam teks (disebut kethib) mereka
membuat usulan perbaikannya di sisi kitab (disebut qere). Orang‑orang
Masoret pulalah yang membubuhkan bunyi hidup kepada teks, karena waktu itu teks
Ibrani hanya menggunakan konsonan. Beberapa sumber kuno berikut ini menunjukkan
reliabilltas PL.
(1) Gulungan Laut Mati
‑ tidak ada perbedaan antara gulungan Kitab Yesaya di Qumran (Laut Mati),
dengan teks Masoret lbrani yang bertanggal seribu tahun kemudian.
(2) Septuaginta ‑
yaitu terjemahan PL Ibrani ke bahasa Yunani yang dilakukan oleh 70 ilmuwan
Yahudi, dilakukan di Alexandria, Mesir, tahun 250‑150 SM. Penerjemahan itu
berdasarkan teks Ibrani yang 1000 tahun lebih tua dari teks Ibrani yang ada
sekarang. Dan beberapa penulis PB mengutip dari Septuaginta ini.
(3) Pentateuch dari
Samaria ‑ yaitu terjemahan dari Kitab Muds yang dibuat untuk menolong
penyembahan orang Samaria di Gunung Gerizim. Terjemahan itu lepas dari teks
Masoret. Teks ini merupakan saksi penting teks PL, meskipun ada sekitar 6000
perbedaan dibandingkan teks Masoret, tetapi perbedaan kecil, yang berkaitan
dengan tata bahasa dan pengucapan.
(4) Targum‑targum Aram
‑ Sesudah orang Israel kembali dari pembuangan di Babel, orang Yahudi umumnya
meninggalkan bahasa Ibrani dan beralih ke bahasa Aram.
Targum
adalah terjemahan dari teks Ibrani ke bahasa Aram, dan merupakan bukti yang
baik untuk mempelajari PB di samping menjadi saksi teks PL.
7.2.
Reliabilitas Teks PB
Meskipun kita tidak mempunyai
naskah asli PB, namun kitab‑kitab yang memberi kesaksian terhadap teks PB cukup
banyak. Ada sekitar 5000 naskah baik yang memuat PB lengkap atau bagian‑bagiannya.
(1) Naskah‑naskah Papirus
‑ Ini merupakan naskah‑naskah tua dan saksi penting, misalnya Chester
Beatty Papyrus dari abad III.
(2) Naskah‑naskah Uncial
‑ terdapat sekitar 240 naskah uncial, yakni yang berhuruf besar,
misalnya:
- Codex Sinaiticus ‑
seluruh PB bertanggal tahun 331
- Codex Vaticanus ‑
sebagian besar PB, dari abad IV
- Codex Alexandrinus ‑
seluruh PB, kecuali sebagian Matius, dan penting untuk teks Wahyu, dari abad V
- Codex Ephraemi ‑ dari
abad V
– Codex Bezae ‑ dari
abad V‑VI
- Codex Wasahington ‑
dari abad IV‑V
(3) Naskah‑naskah Minuscule
‑ terdapat sekitar 2800 naskah minuscule, yaitu berhuruf kecil,
umumnya tidak setua uncial.
(4) Versi‑versi Alkitab
‑ Sejumlah versi‑versi awal PB juga menolong dalam memahami teks yang benar.
Misalnya:
- Versi‑versi Syria ‑ Diatessaron
Tatian (170 AD), Old Syriac (200 AD), Peshitta (abad V), Palestinian (abad V),
Palestinian Syriac (abad V).
Versi Vulgata Latin ‑
diterjemahkan oleh Jerome (± 400 AD), mempengaruhi gereja barat
- Versi Coptic ‑ Abad
V, termasuk Versi Sahidic dan Versi Bohairic,
mempengaruhi Mesir.
8. Iluminasi
Alkitab
8.1.
Definisi Illuminasi
Karena Alkitab dihembusi nafas
Allah, maka ia mempunyai dimensi yang berbeda dibandingkan karya tulis lain.
Dengan demikian orang yang membacanya membutuhkan bantuan Allah dalam
memahaminya (1 Kor. 2:11). Lagi pula, pikiran manusia yang digelapkan dosa yang
terus melekat takkan mampu memahami kebenaran‑kebenaran rohani (1 Kor. 2:14).
Jadi karya iluminasi ini penting dalam memampukan manusia memahami
Firman Allah (bdk. Luk. 24:44‑45).
Jadi iluminasi ialah:
“pekerjaan Roh Kudus dimana Ia menerangi mereka yang memiliki hubungan baik
dengan‑Nya untuk memahami Firman Allah yang tertulis.”
8.2.
Penjelasan Iluminasi
Bisa terjadi munculnya
kebingungan antara iluminasi dengan pewahyuan dan pengilhaman. Penjelasannya
adalah demikian.
Mengacu pada Alkitab, pewahyuan
berhubungan dengan isinya, pengilhaman berkaitan dengan metode bagaimana isi
itu direkam, dan iluminasi berkaitan dengan makna rekaman
tersebut.
Pada
saat diselamatkan, orang percaya didiami Roh Kudus yang kemudian mengambil
kebenaran Allah dan menyatakannya kepada orang percaya (iluminasi ‑ I Kor. 2:9‑13).
Karena hanya Allah yang mengenal hal‑hal yang dari Allah, penting bagi Roh
Kudus untuk menginstruksikan manusia. Pekerjaan Roh Kudus ini telah disampaikan
oleh Yesus Kristus di kamar loteng Yerusalem. Yesus menyatakan bahwa Roh Kudus
akan mengajar mereka (Yoh. 14:26), memimpin mereka kepada seluruh kebenaran
(Yoh. 16:13), dan mengungkapkan kebenaran Allah kepada mereka (Yoh. 16:14, 15).
Selanjutnya, Roh Kudus menjamah pikiran (Roma 12:2; Efs. 4:23; Kol. 1:9‑10) dan
hati atau kemauan (Kisah. 16:14; Efs 1:18).
A. NAMA & ASAL MULA
Istilah Neo Ortodoks(7)
diambil dari pengertian bahwa teologia ini mencoba menemukan kembali
sistem/tema dari teologia Ortodoks (Reformed), dengan mengaplikasikan dasar
pemikiran dan budaya/pengetahuan modern/kontemporer.
Teologia Neo Ortodoks muncul sebagai
reaksi yang menentang aliran Teologia Liberal yang telah mendominasi teologia
akhir abad 19 dan awal abad 20. Kegagalan kaum optimism dan terjadinya perang
Dunia I ikut menjadi pendorong lahirnya gerakan Neo Ortodoks.
---------------
(7) Theologi Neo Orthodoks memiliki berbagai interpretasi, dan tidak semua teolog Neo Orthodoks memiliki pandangan yang sama dalam doktrin-doktrinnya.
(7) Theologi Neo Orthodoks memiliki berbagai interpretasi, dan tidak semua teolog Neo Orthodoks memiliki pandangan yang sama dalam doktrin-doktrinnya.
B. DOKTRIN TEOLOGIA NEO ORTODOKS
Tidak seperti Teologia Liberal,
teologia Neo Ortodoks menolak anggapan bahwa pengamatan terhadap fakta historis
dapat memberikan kepastian tentang Alkitab. Pandangan doktrin Neo Orthodoks
yang lain adalah:
- Doktrin Alkitab Wahyu Allah terjadi ketika manusia
mengalami perjumpaan secara supranatural dengan Allah. Kebenaran tidak
dapat ditemukan hanya dalam kebenaran historis saja tapi dengan bertemu secara
iman. Alkitab sebagai tulisan manusia tidak akan luput dari kesalahan.
- Doktrin ALLAH Mereka mengakui Allah yang transendent
dan Ia akan dikenal hanya jika Ia menunjukkan diri pada manusia. Allah
dilihat sebagai "the Wholly Other" yang tidak ada padanannya di
dunia ini. Allah masuk ke dalam dunia manusia secara garis vertikal dalam
diri Tuhan Yesus Kristus.
- Doktrin Yesus Kristus Kristus adalah mediator dari
wahyu dan anugerah Allah. Namun jikalau kita hanya bertemu Kristus dalam
level kemanusiaannya saja maka kita sebenarnya hanya menemukan Kristus
sebagai manusia saja. Allah tersembunyi dalam diri Kristus. Pewahyuan yang
sempurna hanya ditemukan dalam diri Yesus yang telah bangkit dari
kematian.
- Doktrin Dosa dan Keselamatan Manusia telah bersalah dan
berdosa dihadapan Allah. Namun demikian manusia dapat diselamatkan tapi
hanya melalui iman. Dosa-doa manusia akan ditebus karena anugerah Allah
dalam Kristus saja. Hanya mereka yang percaya yang akan dapat menerima
keselamatan.
- Doktrin Penghakiman Kedatangan Kristus merupakan
datangnya penghakiman atas dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar