EKSPOSISI KITAB AMSAL
PASAL 1 – 9
PENDAHULUAN.
Kitab Amsal ditulis sekitar tahun (setelah 700 SM), yaitu
pada zamannya Hizkia. Dan amsal-amsal Salomo waktu itu dikumpulkan oleh
pegwai-pegawai Hizkia, namun hal ini dijelaskan pada pasal 10 kitab Amsal
tersebut. Untuk kumpulan Amsal Salomo lainnya tidak dijelaskan secara jelas,
siapa yang mengumpulkannya.
Sebelum membahas pasal 1 – 9, perlu lebih dahulu kita
ketahui, apa yang dimaksud dengan Amsal ? Menurut Diktat STTII – Eksposisi PL III, Amsal
artinya “mewakili”.
Sebuah Amsal berarti suatu gambaran berupa nasihat tetapi juga ganti banyak kata,
dan di dalamnya ada perbandingan, kemiripan atau kesamaan , yang semuanya merupakan ilustrasi yang menunjukkan realitas
dasar kehidupan sebagai peringatan dan pengajaran.
Kitab Amsal tidak ditulis oleh Salomo secara keseluruhan,
namun dalam hal ini Salomo yang menulis Amsal lebih banyak dibanding dengan
yang lainnya. Selain Salomo yang menulis Amsal ada beberapa orang lain yaitu
Asap, Lamuel, dan Agur.
Sasaran dan Tujuan Kitab
Amsal.
Setiap
kitab pasti mempunyai tujuan penulisan, dan kepada siapa tulisan dalam kitab
Amsal itu ditulis. Sasaran kitab Amsal adalah orang-orang yang tidak
berpengalaman dan orang-orang yang berpengalaman. Bagaimanakah kategori
orang-orang yang tidak berpengalaman dan orang-orang yang berpengalaman itu ?
·
Orang
yang tidak berpengalaman adalah orang-orang yang berdosa (1 : 10,22),
orang-orang yang tidak berpengertian dan suka pada kejahatan dan melakukan
kejahatan.
·
Orang
yang berpengalaman adalah kebalikan dari
orang yang tidak berpengalaman, yaitu mereka yang memiliki pengertian dan suka
kepada kebenaran, berjalan di jalan yang lurus dan suka pada ajaran-ajaran yang
benar.
PEMBAHASAN
A. PASAL 1
Pasal 1 : 1-7 : sesuai perikop adalah berisi tentang tujuan Amsal
secara keseluruhan, yaitu :
1. Memberi pengetahuan tentang hikmat dan didikan yang bisa diterima sebagai
pengajaran tentang kebenaran, keadilan dan kejujuran.
2. Memberi pengertian tentang segala ibarat,
perkataan dan teka-teki yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
3. Mendidik untuk takut akan Tuhan.
Ayat 9 – 19.
Dalam ayat-ayat
ini berisi tentang :
1. Ajaran kepada anak-anak agar mendengar dan
memperhatikan ajaran dan didikan orang tua.
2. Tidak terbujuk atau terpengaruh oleh segala
ajakan dari orang-orang berdosa (orang yang tidak berpengalaman), untuk berbuat
dosa ataupun melakukan kejahatan. Ada beberapa bentuk kejahatan yang
digambarkan dalam ayat-ayat tersebut, antara lain :
a. Menghadang darah (ay. 11)
b. Menelan hidup-hidup atau bulat-bulat (ay.
12)
c. Perampokan (ay. 13)
d. Perjudian (ay. 14)
e. Penumpahan darah (ay. 16)
f. Loba pada keuntungan gelap (ay. 19)
Ayat 20- 33 mengenai NASIHAT HIKMAT.
Pengertian hikmat termasuk juga sama
arinya dengan hikmah (menurut Kamus Ilmiah) adalah kepandaian, kebijakasanaan,
kebaikan yang berharga, atau juga pengalaman yang berharga. Menurut penulis,
jika diartikan secara keseluruhan, kalimat “Nasihat Hikmat” berarti kemampuan yang diberikan untuk memahami
segala ajaran kebenaran/ kebaikan, yang mengarahkan seseorang untuk dapat
melakukan ajaran tersebut.
Ayat 20 - 21.
Dalam
ayat ini dijelaskan, bahwa hikmat diperdengarkan di mana-mana (di jalan-jalan,
di lapangan-lapangan, di atas tembok-tembok, di depan pintu gerbang kota).
Dalam hal ini berarti pengetahuan / ajaran tentang kebenaran, kebijaksanaan,
kebaikan, sama sekali tidak tersembunyi. Telah disebarkan di mana-mana tidak
terbatas waktu ; dan semua orang dapat mempelajarinya, dengan tujuan supaya
menjadi orang-orang pandai yang berpengertian dan bijaksana, serta hidup benar.
Ayat 22
Walaupun
telah dijelaskan, bahwa ajaran tentang kebaikan tidak dibatasi keberadaannya, tetapi
banyak orang yang tidak mau mencari ajaran kebenaran itu. Mereka tetap bertahan
pada kejahatan mereka, dan orang-orang demikian disebut orang-orang bebal.
dijelaskan dalam kalimat terakhir pada ayat ini.
Ayat 23.
Dalam
ayat ini mengandung kalimat kerinduan, supaya orang-orang yang hidup dalam
kebebalan atau dosa, mau berpaling, bertobat,
kepada kebenaran dan hikmat.
Ayat 24-25
Tetapi
ajaran tentang kebenaran, pengetahuan tentang kebaikan, segala teguran untuk
kembali kepada jalan kebenaran, mereka tolak ; mereka tidak menghiraukan ;
mereka telah mengabaikannya.
Ayat 26 - 31
Ayat
ini berisi akibat penolakan orang-orang
bebal itu, yaitu mereka tidak akan menemukan lagi kebaikan, tidak menemukan
lagi hikmat dan kebijaksanaan, karena semua itu akan lari dari pada mereka,
artinya mereka tidak menemukan lagi ajaran yang baik, ajaran yang benar, karena
kesempatan itu telah hilang ; dan mereka dipersiapkan untuk masuk dalam
hukuman.
Ayat 32 – 33
Di
sini kita diberi pengertian, bahwa setiap orang yang berdosa atau bersalah,
yang mengabaikan ajaran-ajaran benar, akan menerima ganjaran yang setimpal dari
apa yang sudah diperbuatnya. Tetapi setiap orang yang mau mendengarkan ajaran
hikmat (kebenaran, kebijaksanaan), berada dalam keamanan serta mendapat
perlindungan dari malapetaka.
B. PASAL 2.
Ayat 1-4
Dalam ayat-ayat
ini memberi gambaran tentang orang-orang yang bersedia menerima hikmat
(pengajaran yang benar) melalui beberapa sikap sebagai berikut :
·
Ayat 1 : menerima dan menyimpan
·
Ayat 2
: ada dua hal :
1. Memperhatikan dengan cara mendengar ajaran
dengan sungguh-sungguh. Memperhatikan di sini yang berarti mencermati/
sungguh-sungguh.
2. Memiliki kecenderungan hati atau lebih
tepat dapat dikatakan hati yang menggebu-gebu (dorongan kuat dari dalam hati).
·
Ayat 3 : “….berseru kepada pengertian, dan menujukan
suara kepada kepandaian.”
Jika
diperhatikan, bagian ini semacam permohonan kepada pengertian dan permohonan
kepada kepandaian. Hal ini tidak masuk akal, karena pengertian dan kepandaian
merupakan kata sifat yang tidak bisa dimintai sesuatu. Orang meminta sesuatu
tentu kepada sesama makhluk hidup.
Penulis menangkap
makna di sini bahwa pengertian dan kepandaian itu identik dengan seorang
guru. Atau bisa jadi pengertian dan
kepandaian itu merupakan bidang studi yang diajarkan oleh guru yang mengajarkan
pengertian dan keadilan. Jika hal ini diterapkan dalam ayat 3 ini, maka menjadi
masuk akal, apabila seseorang memohon kepada guru untuk mengajarkan pengertian
dan kepandaian kepadanya.
·
Ayat 4 : “ ….mencarinya seperti mencari perak, dan
mengejarnya seperti mengejar harta
terpendam”. Ayat
ini berbicara tentang ketekunan dan kesetiaan atau pantang menyerah
dalam mencari hikmat dan kebenaran. Karena hikmat dan kebenaran digambarkan
seperti perak ataupun harta terpendam yang
tidak gampang mencarinya. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang sulit dan
memerlukan tenaga dan kemampuan ekstra untuk mendapatkannya.
Pasal 2 : 5 – 19
Ayat-ayat ini merupakan faedah-faedah dari hikmat, yaitu :
·
Ayat 5 : memperoleh pengertian tentang takut akan
TUHAN dan dapat mengenal Allah.
Ayat 6 :
menunjukkan asal- usul/sumber hikmat dan
pengetahuan, yaitu TUHAN,
(menunjuk pada pribadi Allah Bapa – Yahweh).
Dan mengenal Allah (mengenal
hakekat Allah dalam 3 oknum). Hal ini merujuk
pada ketritunggalan Allah, sebagai
sumber hikmat itu.
·
Ayat 7 : mendapat pertolongan dan perisai bagi orang
yang jujur dan tak bercela.
Kata
“perisai” dalam kamus ilmiah popular berarti tameng. Tameng merupakan
alat untuk melindungi diri dari senjata musuh pada waktu perang. Maka perisai dapat diartikan sebagai pelindung. Jadi
ayat tersebut memberi makna orang yang jujur dan tak bercela akan mendapatkan
pertolongan dan perlindungan.
·
Ayat 8 : mendapat penjagaan dan pemeliharaan.
·
Ayat 9 : mendapat pengertian tentang kebenaran,
keadilan, kejujuran, dan jalan yang baik.
·
Ayat
10:mendapat hikmat dan pengetahuan (“pengetahuan yang mengenyangkan
jiwamu”),
Kata mengenyangkan berarti penuh/ memuaskan. Maka dalam hal ini orang
yang
melakukan kebenaran akan memperoleh hikmat dan pengetahuan yang
memuaskan
·
Ayat
11: “kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau”
Ayat ini mengandung makna sama dengan ayat 8.
Mandapat pemeliharaan dan pen-
jagaan. Artinya orang yang berhikmat hidupnya
akan dipemelihara dengan kebijak-
sanaan, dan akan dijaga dengan kepandaian.
Jadi kebijakasanaan dan kepandaian
akan selalu mereka miliki.
·
Ayat
12: memperoleh kelepasan (dalam arti lain dijauhkan) dari :
-
Kejahatan
dan tipu muslihat (ay. 12 )
-
Orang-orang
yang murtad (meninggalkan jalan lurus, menempuh jalan gelap) (ay. 13)
-
Orang-orang
yang menyukai kejahatan dan penipuan (ay. 14)
-
Orang-
orang yang berliku-liku jalannya (berbelok-belok = tidak lurus), dan
suka pada penipuan. (ay 15)
-
Perempuan
jalang (liar), perempuan yang licin perkataannya (suka mengumbar
perkataan manis yang mengandung kebohongan). (ay. 16) ; yang meninggalkan
teman hidup masa mudanya (tidak menghargai pernikahan), melupakan perjanjian
Allahnya (tidak hidup menurut firman Tuhan) (ay. 17)
Ayat 18 dan
19 merupakan penegasan hukuman atau sangsi yang diberikan kepada perempuan
seperti yang tercantum dalam ayat 16 dan 17. Mereka akan binasa (“rumahnya
tenggelam ke dalam maut”), jiwanya akan penasaran/ mengalami
ketidaktenangan dalam masa penantian (“jalannya menuju ke arwah-arwah”).
Ayat 20
: merupakan peringatan, agar melakukan segala kebaikan dan kebenaran,
supaya terhindar dari keburukan-keburukan yang terjadi seperti yang dialami
oleh perempuan jalang yang melakukan
perbutan tidak terpuji itu ( pada ayat 16).
Ayat 21 dan 22), memberikan perbandingan
hasil perbuatan antara orang yang jujur
dan orang fasik : * orang jujur dan tak bercela akan mendiami tanah (artinya
mereka yang hidup jujur dan tidak bercela akan mendapatkan tempat yang layak). *
Sedangkan bagi orang fasik (orang yang menyimpang dari kebenaran perintah
Allah/ orang durhaka/ jahat), mereka tidak mendapat tempat yang layak /
baik, sebagai tempat tinggal mereka.
C.
PASAL
3. (Berbicara tentang BERKAT DARI HIKMAT)
Dalam pasal 3 sebutan “hai anakku” terdapat
3 kali ; dan ini menunjuk kepada orang-orang yang berpengalaman atau
orang-orang yang menyukai hikmat, kebenaran, kebijaksanaan, dan jalan lurus.
Jika kita perhatikan perikop di pasal ini “Berkat dari Hikmat”, maka pasal ini
menunjukkan tentang hal-hal yang akan diterima bagi orang-orang yang melakukan
kebenaran.
Ayat 1-2 :
mengingat dan memelihara ajaran dan perintah kebenaran, maka berkat yang
diterima adalah panjang umur dan lanjut usia, serta sejahtera.
Ayat 3-4 :
tetap memelihara kasih dan kesetiaan dengan sungguh-sungguh, maka berkat yang
diterima adalah kasih dan penghargaan dari Allah dan manusia.
Ayat 5-6 :
mempercayai TUHAN dengan segenap hati, bergantung sepenuhnya kepada-Nya,
mengabaikan pengertian yang terbatas pada diri sendiri, dan tetap mengakui Dia
dalam segala aspek kehidupan, maka berkat yang diterima adalah jalan lurus
(artinya mendapatkan kelancaran dalam setiap perjalanannya, bebas dari hambatan-hambatan/ rintangan-rintangan).
Ayat 7-8 :
tidak menganggap diri sendiri bijak ! berarti tidak sombong dengan
kebaikan yang telah diterimanya, dan
harus takut akan TUHAN serta menjauhi kejahatan, berarti harus rendah
hati, mengakui Tuhan sebagai otoritas tertinggi dalam hidupnya, mengakui Tuhan
sebagai sumber keberhasilan ; maka berkat yang diterima adalah kesembuhan dan
kekuatan pada tulang-tulangnya (tidak mengalami sakit-penyakit)
Ayat 9-10 :
memuliakan Tuhan dengan harta (dengan memberi persembahan hasil pertama dari
segala penghasilan- acuan menarik terdapat dalam peraturan Imamat ), maka
berkat yang diterima adalah lumbung-lumbung akan terisi penuh sampai
melimpah-limpah, dan bejana pemerahan akan meluap dengan air buah anggurnya.
Artinya berkat Tuhan akan melimpah dan terus mengalir ; air buah anggur meluap
( ini menggambarkan tentang sukacita yang besar, yang selalu dirasakan.).
Ayat 11-13 : tidak menolak didikan dan tidak
bosan pada peringatan Tuhan (ay.11), karena jika Tuhan mau mendidik dan memberi
peringatan berarti Tuhan menaruh kasih, yang digambarkan seperti seorang ayah
kepada anaknya (ay.12). Berkat yang diterima oleh orang yang demikian adalah
kebahagiaan (ay.13) ; memiliki keuntungan yang sangat berharga (melebihi
keuntungan perak, emas, permata – tidak ada yang menyamainya) (ay.14-15) ;
memiliki hidup yang berharga/ berarti. Keberhargaan/keberartian ini tidak dapat
dibandingkan dengan permata apapun ; memiliki umur panjang dan kekayaan, serta
kehormatan (ay.16) ; hidupnya sejahtera (ay.17) ; menjadi berkat bagi orang
lain yang di sekitarnya (ay.18).
Ayat 19-20 : menunjukkan tentang
kemahakuasaan Tuhan yang memiliki hikmat dan pengertian untuk mengatur alam
semesta ini.
Ayat 21-26 : berisi anjuran dan
peringatan
Merupakan
peringatan atau suatu anjuran yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang
berpengalaman, a.l : memelihara kebijaksanaan, karena : 1. menjadi sumber
kehidupan ; 2. Jalan hidup akan aman, kaki tidak terantuk
(tersandung-perjalanan mulus-lancar) ; 3. Dapat tidur dengan tenang dan nyenyak
; 4. Tidak mengalami hal-hal yang mengejutkan/ mengagetkan secara tiba-tiba ;
4. Tidak mengalami hukuman kebinasaan seperti orang fasik ; 5. Terhindar dari
jerat pada kaki, karena Tuhan sebagai sandarannya. (ay.21-26)
Ayat
27-31 : berisi tentang anjuran untuk berbuat baik.
-
Berbuat
baik kepada orang yang berhak menerimanya (ay.27
-
Tidak
menahan/ menunda sesuatu yang diminta orang lain, apabila saat itu yang diminta
ada (ay.28)
-
Tidak
merencanakan kejahatan pada orang lain, bahkan kepada orang yang tidak curiga
buruk kepada kita (ay.29)
-
Tidak
melakukan pertengkaran dengan orang tidak berbuat jahat kepada kita (ay.30)
-
Tidak
iri hati dan meniru perbuatan orang lalim (jahat, kejam, sewenang-wenang,
bemgis) (ay.31)
Ayat 32-35 : berisi tentang perbandingan
hasil perbuatan orang benar dan orang fasik.
-
Tuhan
menganggap kekejian pad orang yang sesat (melakukan penyimpangan),
tetapi bergaul erat dengan orang jujur (ay.32)
-
Kediaman
orang fasik mendapat kutuk dari Tuhan, tetapi memberkati kediaman orang benar
(ay.33).
-
Ia
mencemooh kepada pencemooh, tetapi mengasihi orang yang rendah hati (ay.34).
-
Orang
bijak mewarisi kehormatan, tetapi orang bebal/bodoh menerima cemooh (ay.35).
D.
PASAL
4 (Nasihat untuk MENCARI HIKMAT)
·
Kembali
Salomo menasihatkan supaya mendengar dan memperhatikan didikan seorang ayah
(ay.1), dan mengikuti petunjuk untuk mendapatkan ilmu yang baik (ay.2) ; dia
juga menuturkan keadaannya pada waktu tinggal di rumah ayahnya yaitu Daud,
untuk memberikan contoh sikap sebagai seorang anak yang lemah dan sebagai anak
tunggal bagi ibunya (Betsyeba) (ay.3). Pada ayat ke 4 dijelaskan, bagaimana
ayahnya mengajarkan tentang keteguhan hati memegang ajaran benar, dengan tujuan
supaya memperoleh hidup, memeperoleh pengertian untuk meraih hikmat (ay.5), dan
tidak menyimpang dari perkataan mulutku (mulut Daud) tentang hikmat, supaya
mendapatkan pemeliharaan dan penjagaan ; dan pengertian (ay.6-7)
·
Dengan
benar-benar menghargai didikan hikmat, maka yang diperoleh adalah penghargaan
dan kehormatan (ay.8)
·
Pada
ayat 9 sebagai penegasan ayat 8, mengenai karangan bunga yang indah. Hal ini
juga berbicara masalah penghargaan ; juga mahkota sebagai karunia kehormatan
yang tinggi (merujuk pada tahta kerajaan). Namun ada makna ke depan bagi
orang-orang percaya, bahwa mereka akan dimahkotai dengan berbagai mahkota
penghargaan dari sorga, atas
keberhasilan pekerjaan di bumi (bnd. I Kor. 9 : 25 ; Yak. 1 : 12).
·
Ayat
10 membicarakan panjang umur yang diberikan, dengan suatu syarat harus
mendengarkan perkataan hikmat.
Dalam ayat 11 hingga 27 rupanya memiliki
arah dan pengertian yang sama dengan ayat-ayat sebelumnya dari pasal-pasal
sebelumnya juga. Mungkin hal ini dimaksudkan sebagai penegasan dan penjelasan
ulang, supaya tetap diingat dan diperhatikan oleh pendengar dan pembacanya.
Namun ada sedikit tambahannya pada ayat1 s.d. 3 yang sudah penulis jelaskan di
atas, mengenai nasihat-nasihat raja Daud kepada Salomo, anaknya, yang
dimaksudkan untuk diajarkan pula kepada anak-anak didik Salomo, yaitu
orang-orang yang bersedia menerima didikan hikmat dan ajaran kebenaran.
E.
PASAL
5 (Nasihat mengenai PERZINAHAN)
Pada bagian ini cukup berbeda dari
pasal-pasal sebelumnya, walaupun masih menyangkut tentang hikmat yang
diajarkan.
Pada
ayat 3 mulai, diulang tentang perempuan
jalang yang sudah dibahas dalam pasal 2 : 16-17. Namun mungkin ini tambahan
dari pasal 2 itu, bahwa bibir perempuan jalang menitikkan tetesan madu. Madu
adalah benda cair yang rasanya manis. Kalimat “menitikkan tetesan madu”memberi
makna tentang bibir (mulut) perempuan
jalang yang suka berkata-kata manis seperti madu. Sebagai lanjutan kalimat itu
adalah “ … langit-langit mulutnya lebih licin dari pada minyak”, yang berarti
pandai berkata-kata atau memutar balik kata untuk tujuan memberikan daya tarik
kepada lawan bicaranya. Dan jika kita perhatikan kalimat berikutnya pada ayat 4
: “tetapi kemudian ia pahit seperti empedu”, memberi makna tentang kata-kata
yang mencelakai, menjerumuskan, memberi racun yang mematikan. Hal ini bisa
disamakan dengan dusta atau kebohongan. Setelah kita perhatikan kalimat
berikutnya, yaitu : “….tajam seperti pedang bermata dua”, dapat diartikan bahwa
perkataan perempuan jalang itu keras, tajam, melukai, menyakiti.
Ayat 5 dan 6 merupakan ganjaran bagi
perempuan jalang, yaitu kematian, dan tidak mendapatkan kehidupan.
Nasihat
Salomo kembali diulang pada ayat 8, supaya anak-anak berhikmat menjauhkan diri
dari perempuan itu (tidak menghampiri rumahnya), supaya keremajaan anak bijak
tidak ternodai. (ay.9). Keremajaan di sini mungkin dimaksudkan orang-orang yang
baru saja menerima ajaran kebenaran, yang bila diukur waktu, mereka belum
mengenal dunia kejahatan secara dalam atau pengalaman mereka masih dangkal.
Dalam hal ini Salomo menjaga agar remaja (usia rohani yang masih muda), tidak
sampai terpengaruh oleh dunia kejahatan yang menjerumuskan (Jauhkanlah
dirimu dari pada dia). Dan pada ayat ke 10 bila diperhatikan tidak singkrun
dengan ayat sebelumnya. Di sini berbicara mengenai kekayaan, dan hasil
pekerjaan (hasil jerih payah) tidak masuk ke rumah orang yang tidak dikenal.
Siapa yang dimaksud orang yang tidak itu ? dan apa hubungannya dengan kekayaan
? Dalam hal ini penulis memberi makna, bahwa jika pikiran seseorang sudah
dikuasai dengan perzinahan, maka secara otomatis ia akan menghabiskan uang atau
hartanya untuk memenuhi keinginannya / hawa nafsunya. Selanjutnya dalam ayat
11-14 orang itu menyesali perbuatannya dan masih ada kesempatan untuk kembali
ke jalan yang benar. (“Aku nyaris terjerumus ke dalam tiap malapetaka”).
Kalimat ini menunjukkan seseorang itu belum jauh melangkah meninggalkan
kebenaran. Pada ayat 15-19, merupakan proses
pertobatan dan harapan-harapan kembali
muncul, agar berkat-berkat kebenaran kembali dapat dia raih dalam pertobatannya.
Dia mulai mendengar kata-kata nasihat :
-
Minumlah
air dari kulahmu sendiri (ay.15) – menunjuk pada peringatan akan dirinya, supaya menikmati apa yang sudah dimilikinya.
-
Patutkah
mata airmu meluap keluar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan ?
(ay.16) – pertanyaan ini merupakan usaha untuk menanamkan kesadaran, bahwa
perbuatan yang sudah dilakukan itu adalah sesuatu yang tidak patut dilakukan.
Dilanjutkan dengan ayat 17, “Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan
juga menjadi kepunyaan orang lain”. Kalimat ini juga menyadarkan bahwa air itu
adalah miliknya, bukan milik orang lain.
Air
adalah lambang dari kehidupan. Semua makhluk di dunia ini tidak bisa hidup
tanpa air. Jadi benar, bila air yang
sudah dimiliki tidak patut menjadi milik orang lain yang berdosa. Air itu harus
tetap menjadi milik orang-orang berhikmat. Karena orang berhikmat patut
mendapatkan kehidupan. Kalau orang berhikmat mulai berbuat dosa, maka maka air
kehidupan itu sama dengan dia buang tidak ada artinya lagi, dan dia kehilangan
kehidupan.
Ayat
18-19 adalah ajakan, atau anjuran supaya tetap bersukacita dengan pasangan yang
sudah ditentukan baginya, tidak lagi menyimpang ke lain perempuan ; dan sendang
yang berisi air kehidupan tetap diberkati.
Ayat
20 merupakan penyesalan Amsal karena perbuatan perselingkuhan orang bijak atau
orang berhikmat. Hal ini adalah gambaran dari orang-oarng percaya sekarang,
bahwa mereka tega meninggalkan Allah, menukar berkat-berkat Allah, dengan
segala keinginan dunia yang menyesatkan.
Ayat
21 – 23 amsal menegaskan kemabali akan kuasa dan kemanatahuan Allah, bahwa
tidak ada satupun perkara di dunia ini yang
tersembunyi. Semuanya terbuka di mata Tuhan, dan Dia selalu mengawasinya.
Siapapun yang melakukan kejahatan akan menuai buah kejahatannya (seperti
perbuatan orang fasik) yang terjerat oleh perbuatannya sendiri.
F.
PASAL
6 (Berbagai-bagai Nasihat)
Ayat
1-5 berbicara tentang orang yang dalam keadaan tertekan atau terjepit oleh
suatu masalah dengan orang lain, oleh sebab perkataannya sendiri.
Pada ayat 2
mengatakan :”tertangkap dalam perkataan mulutmu”. Ayat ini menggambarkan
tentang orang yang sedang tertangkap basah, ketika sedang membicarakan orang
lain. Tetapi Amsal menasihatkan pada ayat 3 dan 4, orang yang mengalami
demikian harus mau merendahkan diri (berlututlah, dan desaklah sesamamu itu),
memohon ampun kepada orang yang telah dibicarakan. Dan ada larangan pada ayat
ke 4, (jangan membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk), artinya
orang yang sudah melakukan kesalahan itu tidak boleh menutup mata (seolah-olah
tidak tahu), tetapi dia harus terbuka dan meminta maaf.
Ayat 5 merupakan dorongan semangat yang
kuat (lepaskanlah dirimu seperti kijang dari pada tangkapan, seperti burung
daripada tangan permikat). Hal ini mengandung pengertian akan pentingnya
semangat hidup untuk melakukan segala yang baik.
Ayat 6-11. Rupanya ayat-ayat ini tidak ada
hubungannya dengan ayat-ayat sebelumnya. Ayat- ayat ini berbicara kepada
pemalas (orang-orang yang malas bekerja), bahwa mereka harus belajar kepada
semut, yang dapat mengatur dirinya sendiri (tanpa pemimpin) untuk mendapatkan
rejekinya,menyediakan makanannya pada waktu musim panas dan mengumpulkan
makanan pada musim panen. Dikatakan pada ayat yang ke 11, bahwa orang yang
malas akan mengalami kekeringan atau kemiskinan.
Ayat 12-15 tidak ada kaitannya pula dengan
ayat sebelumnya. Ayat-ayat ini memberikan beberapa criteria perbuatan yang
tidak berguna a.l. : mulut serong (yang dimaksud mulut serong di sini adalah,
mulut yang suka mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, termasuk
fitnah, kebohongan) ; mengedipkan mata (seperti bermain mata, namun untuk
memberi kode dan sebagai ajakan akan suatu perbuatan jahat. Atau dapat
dikatakan sebagai bahasa isyarat kejahatan) ; bermain kaki, bisa diartikan
perbuatan menendang – sama artinya dengan menyakiti orang dengan menggunakan
kaki ; menunjuk-nunjuk dengan jari. Ini gambaran suatu tuduhan kepada orang
lain berupa fitnah kejahatan. ; hati dusta/ tipu muslihat, suka merencanakan
kejahatan dan menimbulkan pertengkaran. Ayat 15 merupakan klimaks akan
perbuatan-perbuatan jahat yang diuraikan pada ayat-ayat sebelumnya, kebinasaan
secara tiba-tiba dan kehancuran, tanpa ada pemulihan lagi.
Ayat 16-19 menunjukkan beberapa criteria
(7) perbuatan yang dibenci oleh Tuhan, a.l. :
Sombong, lidah
dusta, penumpahan darah (pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah),
merencanakan kejahatan dalam hati, kaki yang segera lari menuju kejahatan, ini
berarti tak ada waktu pertimbangan untuk membatalkan perbuatan jahat ; kebohongan
yang menimbulkan perang saudara.
Ayat 20-23 berisi nasihat supaya tetap
memelihara perintah ayah dan tidak menyia-nyiakan ajaran ibu (1:6 ; 3:1 ; 4:1 ;
6:20 ). Karena perintah = pelita, ajaran = cahaya; mendidik = jalan kehidupan.
Ayat 24-26
merupakan nasihat yang sama seperti yang disampaikan pada pasal 5 .
Dalam pasal 6 merupakan pengulangan, mungkin sebagai penegasan kembali, karena
ini suatu yang penting, supaya mendapat
perhatian lebih dalam dari para pembaca Amsal. Perlu penulis jelaskan mengenai
isi dari ayat 26 : “Karena bagi orang sundal sepotong rotilah yang penting”.
Ini berbicara tentang perkara dunia yang sia-sia. Bagi seorang pendosa yang
terpenting adalah masalah kedagingan, yaitu urusan duniawi, dan tidak
memikirkan hari depan yang akan membawa mereka pada penghakiman dan
penghukuman.
Ayat 27-35, berisi tentang
gambaran-gambaran dari perbuatan manusia yang tidak mungkin dilakukan, missal :
membawa api dalam gelembung baju (tentu terbakar) ; berjalan di atas bara
(pasti hangus kakinya) ; penghukuman bagi orang yang berselingkuh ; pencuri
(pasti dihina) karena mencuri untuk mengenyangkan perutnya ; orang yang
melakukan perzinahan disebut orang yang tidak berakal budi, dan yang didapat
oleh mereka adalah cemoohan dan siksa.
G. PASAL 7
Ayat
1-5 berisi wejangan hikmat seperti pada ayat-ayat sebelumnya, yaitu
pemeliharaan didikan dan ajaran tentang kebenaran.
Ayat
6-23 membicarakan tentang pemuda yang tidak berakal budi / berpengalaman sedang
bertemu dengan perempuan perayu (tidak baik), yang mengajak teruna untuk
melakukan kemesuman (perselingkuhan). Namun ada suatu kalimat yang mendapat
perhatian penulis terdapat pada ayat 14 :”Aku harus mempersembahkan korban
keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku”. Ini adalah perkataan
perempuan itu, yang berkata harus mempersembahkan korban keselamatan. Namun di
saat bertemu pemuda, ia mengajak tidur di rumahnya, karena suaminya sedang
tidak ada di rumah. Dalam hal ini penulis menangkap arti pada perbuatan yang
sia-sia. Perempuan itu menginginkan keselamatan dengan memberikan korban
persembahan, tetapi yang dilakukan adalah menyongsong perbuatan jahat. Makna
yang dapat penulis berikan dari kisah ini adalah berbicara masalah komitmen
diri untuk melakukan yang benar. Jika seseorang berkomitmen untuk berbuat
kebaikan demi keselamatan diri, maka ia dengan segala upaya akan
mengerjakannya, dengan menghalaukan pengaruh-pengaruh dunia yang menggiurkan.
Perempuan di sini adalah gambaran tipuan
dunia yang mencelakakan umat Allah
Oleh
sebab itu, Amsal dalam ayat 24-27 menasihatkan supaya memperhatikan
perkataan-perkataan hikmat (kebenaran), tidak membelokkan hati kepada
perzinahan (menyimpang). Diberitahukan pula, karena tipu muslihat iblis, sang
penggoda, banyak yang tewas / binasa dan tidak sedikit jumlahnya.
H. PASAL 8
Pasal 8 berisi tentang wejangan hikmat : mendengar
didikan, berusaha menuntut kecerdasan dan kepandaian, nasihat untuk takut akan
Tuhan dan membenci kejahatan. Pada ayat 5 disebutkan tentang “orang yang tak
berpengalaman.” Sebenarnya dari segi mental mereka bukan orang-orang bodoh,
melainkan seperti ditunjukkan sebelumnya adalah orang-orang berdosa. Istilah
lain dari berdosa ini adalah “bebal”. Kata bebal dipakai 49 kali dalam Amsal,
18 kali dalam Pengkhotbah, dan 3 kali di tempat lainnya. Kata itu adalah bagian
dari kosakata moral dari Amsal. Kata bebal dalam kitab Pengkhotbah sedikit
berbeda pemakaiannya, demikian juga dengan kata hikmat. Dalam Pengkhotbah,
“hikmat” adalah kemampuan berpikir yang jenius dan berdaya cipta ; sedangkan
bebal / kebebalan = kebodohan, yang mengacu pada kesenangan akan karya-karya
arsitektur, pertamanan, dsb. Namun dalam kitab Amsal, baik hikmat maupun
kebodohan adalah jenis moral.
I.
PASAL
9
Sesuai perikop,
pasal 9 berisi tentang undangan hikmat dan undangan kebodohan.
- Ditujukan kepada orang-orang yang tak
berpengalaman dan tak berakal budi (ay.4)
- Makan roti dan minum anggur yang telah
dicampur (ay.5)
- Membuang kebodohan, mengikuti pengertian. (ay.6).
- Takut akan Tuhan dan mengenal Yang
Mahakudus. (ay.10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar