TANAH PERJANJIAN
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah Perjanjian yang di janjikan Tuhan Allah kepada Abraham
dan kepada keturunan Abraham adalah tanah yang berlimpah susu dan madu. Sebelum
bangsa Israel menduduki tanah tersebut, sudah lebih dahulu orang lain
mendudukinya. karena berlimpah susu dan madu maka kerajaan-kerajaan yang ada di sekeliling bangsa Israel ingin menduduki
tanah tersebut. Tuhan Allah telah berjanji maka Ia akan menepati janji-Nya. Hal
ini sangat menarik untuk di pelajari maka akan di bahas mulai dari latar
belakang tanah perjanjian dan apa yang terjadi disana.
Latar Belakang Tanah
Perjanjian
Tanah Kanaan merupakan tujuan dari orang Israel
setelah keluaran (peristiwa eksodus), walaupun Allah menciptakan seluruh dunia
(Maz 95:4; Yesaya 40:28), namun Allah telah menentukan suatu tanah yang khusus
bagi orang yang khusus yaitu bagi keturunan Abraham (Kej 12:2; Ul 26:5) yaitu
tanah Kanaan. Dalam Perjanjian Lama, ada beberapa kali diungkapkan
mengenai pemberian tanah ini, seperti contohnya dalam kitab Yehezekiel.[1]
Dalam kitab Yehezekiel ada tertulis beberapa kali
mengenai Tanah seperti dalam kitab Yehezekiel 11,17; 20,
15.28.42; 36,28; 37,25. Cerita mengenai pemberian tanah Kanaan oleh Allah
kepada Abraham dan keturunanya dijelaskan paling banyak dalam kitab Ulangan.
Dalam kitab Ulangan ada sampai 76 kali diungkapkan mengenai cerita Allah yang
memberikan tanah Kanaan/tanah Perjanjian tersebut.
Konsep
tanah dalam perjanjian lama memiliki banyak istilah, Misalnya dengan kata אֲדָמָה
(adama) yang artinya tanah, istri. Kata tanah juga disebut dengan kata אֶרֶץ
(erets), yang artinya bumi, negeri. Kata tanah juga biasa disebut dengan
kata אֲחֻזָּה (akhuzza), yang artinya milik, tanah milik. Selain itu
juga, bahwa kata אֲדָמָה (adama) dan kata אֶרֶץ (erets) ini
juga memiliki persamaan dengan kata שָדֶה
(Shindahe) yang
artinya adalah sebidang tanah.[2]
Kata אֶרֶץ (erets) ini juga sering diartikan dengan dunia dan keseluruhan alam
semesta yang membentang secara horizontal.[3] אֶרֶץ(erets)
Kata tanah dalam Alkitab sering disebut dengan
kata erets yang artinya adalah bumi.[4]
Namun demikian kata אֶרֶץ (erets) yang artinya adalah tanah mengarah kepada
kata אֲחֻזָּה (akhuzza), yang artinya milik, tanah milik. Dalam perjanjian lama
ada beberapa kali kata אֶרֶץ (erets) ini digunakan.[5] Dalam
Kej. 151 kali, Kel.116 kali, Im.60 kali, Bil. 80
kali,Ul.139 kali, Jos.61 kali, Rut.37, 1 Sam.43,
2 Sam.37,
1 Raj.50,2 Raj.57, Yes.128, Jer.204,Ez.145, Hos.15,
Jole 8, Am. 20, Ob.1, Yun.1, Mik.11, Nah.2, Hab.4, Zeh.6, Hag.2,
1 Kro.30, 2 Kro.65, Neh.13, Psa.135, Dan.19, dan lain
sebagainya.[6] Dengan
demikian penggunaan kata אֶךֶץ (erets) lebih banyak terdapat dalam kitab
Ulangan yaitu sebanyak 139 kali penggunaan.
Kata אֶךֶץ
(erets) ini mengandung arti jamak atau ganda karena terkadang melahirkan arti
yang lebih luas dan terkadang berarti tanah atau negeri, suatu daerah yang
lebih sempit, tanah yang ada di permukaan bumi ini tempat segala
tumbuh-tumbuhan dan semua yang hidup (Kej. 1:11-12; Ul. 26:2). Namun dalam Kitab
Kejadian 17:8 kata yang dipakai untuk menyebut kata tanah adalah dengan kata אֶךֶץ
(erets) yang artinya adalah bumi/negeri.
Wilayah tanah Kanaan memiliki porsi muatan makna teologis yang sangat besar dalam seluruh kitab PL, karena
tanah Kanaan merupakan komponen utama dalam perjanjian Allah dengan bangsa
pilihan-Nya, Israel. Hal ini dimulai ketika Abraham dipanggil untuk pergi ke
tanah yang akan Tuhan berikan kepadanya dan bangsa keturunannya, yaitu Tanah
Perjanjian, (Kej. 11:31 - 12:10). Wilayah Tanah Perjanjian itu disebutkan
"mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai
Efrat" (Kej. 15:18) dan janji itu dikonfirmasi lagi kepada Ishak (Kej.
26:3) dan juga kepada Yakub (Kej. 28:13).
Luas tanah yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham tidaklah
jelas batasnya. Namun dapat dipastikan lebih luas dari negeri Kanaan, karena
ketika Lot memilih untuk tinggal di lembah Yordan yang subur dan banyak air di
sebelah timur, Abraham tinggal di tanah Kanaan, dan di situlah Tuhan berkata
kepada Abraham: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau
berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang
kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-
lamanya." (Kej. 13:14-15).
Ratusan tahun kemudian ketika Musa mengingatkan bangsa Israel akan Tanah Perjanjian yang Tuhan telah berikan kepada mereka, maka Musa menjelaskan batas-batas tanah itu sebagai, "Majulah, berangkatlah, pergilah ke pegunungan orang Amori dan kepada semua tetangga mereka di Araba-Yordan, di Pegunungan, di Daerah Bukit, di Tanah Negeb dan di tepi pantai laut, yakni negeri orang Kanaan dan ke gunung Libanon sampai Efrat, sungai besar itu. Ketahuilah, Aku telah menyerahkan negeri itu kepadamu; masukilah, dudukilah negeri yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunannya." (Ul. 1:7-8). Dan saat itu bangsa Israel telah menduduki tanah bahkan sampai ke sungai Jordan, yang lebih luas dari batas Tanah Perjanjian.
Ratusan tahun kemudian ketika Musa mengingatkan bangsa Israel akan Tanah Perjanjian yang Tuhan telah berikan kepada mereka, maka Musa menjelaskan batas-batas tanah itu sebagai, "Majulah, berangkatlah, pergilah ke pegunungan orang Amori dan kepada semua tetangga mereka di Araba-Yordan, di Pegunungan, di Daerah Bukit, di Tanah Negeb dan di tepi pantai laut, yakni negeri orang Kanaan dan ke gunung Libanon sampai Efrat, sungai besar itu. Ketahuilah, Aku telah menyerahkan negeri itu kepadamu; masukilah, dudukilah negeri yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunannya." (Ul. 1:7-8). Dan saat itu bangsa Israel telah menduduki tanah bahkan sampai ke sungai Jordan, yang lebih luas dari batas Tanah Perjanjian.
Pada masa Yosua, Tuhan memberi perintah kepada Yosua untuk
mengambil seluruh teritori seperti yang telah disebutkan oleh Musa (Yos. 1:4).
Namun selama masa itu Israel gagal untuk mendapatkan seluruh tanah yang telah
Tuhan janjikan, sebab utamanya adalah karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan,
sehingga Tuhan menghukum mereka dengan tidak memberikan seluruh tanah itu
kepada bangsa Israel. Dan selama masa raja-raja Israel, tidak ada satu raja pun
yang berhasil mendapatkan seluruh Tanah Perjanjian itu kecuali Daud (itupun
masih ada satu bagian tanah, Tanah orang Het yang tidak menjadi kekuasaan
Israel).
Sebagai kesimpulan dapat di katakan bahwa konsep Tanah dan
Perjanjian dalam PL saling memiliki kaitan yang erat. Tanah merupakan anugerah
Tuhan yang dijamin di atas perjanjian (covenant) yang sah. Oleh karena itu
Tanah Perjanjian merupakan simbol akan ketergantungan mereka pada Tuhan.
Hubungan Israel dengan tanah itu merupakan indikasi hubungan mereka dengan
Tuhan. Apabila mereka taat kepada Tuhan maka kemakmuran yang luar biasa akan
terjadi di atas tanah itu (Ul. 22). Sebaliknya, ketidaktaatan bangsa Israel
akan perintah Tuhan akan berakhir dengan dibuangnya mereka dari Tanah
Perjanjian (Ul. 4:25-28; 28:63-68; Yos. 23:13-16; I Raj. 9:6- 9; 2 Raj.
17:22-23; dll.). Dan akibatnya pada masa-masa itu orang Israel harus hidup di
tanah pembuangan dan dijajah bangsa-bangsa lain.
Namun karena janji bahwa Tuhan akan setia menyertai bangsa
ini, maka tidak untuk selamanya bangsa Israel tinggal di tanah pembuangan. Pada
jaman Ezra, sejarah PL mulai diwarnai dengan pertobatan dan perjanjian untuk
menjauhkan diri dari pemcemaran dosa dari bangsa kafir (Ez. 9:10-15) sehingga
bangsa Israel akhirnya pulang kembali ke tanah airnya dan tinggal di tanah yang
Tuhan janjikan itu. [7]
Akan ada hal-hal yang sangat
penting dan tidak kala menarik dari topic ini
yang akan di bahas lebih
terperinci dan mendalam oleh kelompok dua berkaitan dengan “Tanah Perjanjian”
dan apa saja yang terkandung di dalamnya dan hubungannya dengan Abraham sampai
Israel ada sekarang di landasan teory pada bab II.
BAB II
LANDASAN TEORY
Perjanjian Allah dengan Abraham
Perjanjian Allah dengan Abram yang dipanggil-Nya
keluar dari kampung halamanya di Ur-Kasdim Mesopotamia dengan janji untuk
memberikan tanah Kanaan, janji untuk memberkati dia dan keturunanya serta janji
untuk menjadi Allah-nya dan Allah keturunanya . Melalui Abram yang kemudian
disebut Abraham ini Allah bahkan bersumpah demi diri-Nya sendiri, semua bangsa
dimuka bumi akan mendapat berkat. Inti dari perjanjian ini adalah tetap sama
yaitu kasih karunia pemeliharaan dan keselamatan dari Allah.
Kejadian
15:18 Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta
berfirman: “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir
sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.
Kejadian 17:7 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau
serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku
menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.
Sama dengan perjanjian yang dibuat Allah dengan
Nuh demikian pula perjanjian Allah dengan Abraham berlaku kekal selamanya,
namun perjanjian ini juga bersifat khusus yang ditandai dengan sunat. Bagi
keturunan jasmani Abraham yang tidak disunat maka perjanjian menjadi batal.
Kejadian
17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku
dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus
disunat; Kejadaian 17:14 Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki
yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari
antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku.[8]
Pemberian
tanah Kanaan sebagai tanah perjanjian didasarkan kepada janji Allah kepada
Abraham. Abraham bukanlah penduduk asli tanah Kanaan, tetapi Abraham berasal
dari Mesopotamia, di sebuah kota yang bernama Ur-kasdim. Pada dasarnya, Abraham
tidak mengenal siapa Allah, sebab penduduk Mesopotamia adalah orang-orang Kafir
yang menyembah berhala. Abraham dipanggil Allah untuk meninggalkan tanah
kelahirannya dan pergi menuju tanah perjanjian.
Abraham
tidak tahu pasti di mana tanah
perjanjian itu berada, tetapi dengan iman, ia terus pergi menuju tanah yang
dijanjikan Tuhan. Semasa Abraham hidup, Abraham pernah menempati tanah Kanaan.
Pada masa terjadi keributan antara hamba-hamba Lot dan hamba-hamba Abraham,
akhirnya Abraham dan Lot memutuskan untuk berpisah. Lot memilih daerah di
sekitar sungai Yordan yang hijau dan subur, sementara Abraham memilih daerah
yang sebaliknya.
Pada
saat itulah, Tuhan Allah berfirman bahwa tanah itu akan menjadi miliknya dan
keturunannya. Abraham adalah nenek
moyang bangsa Israel. Secara khusus, Allah memanggil Abraham untuk menuju tanah
perjanjian. Bangsa Israel sendiri adalah bangsa yang menduduki tanah Kanaan dan
berbaur dengan penduduk asli negeri itu. Pada masa Yakub, kelaparan hebat
melanda tanah Kanaan, sehingga Yakub dan keluarganya yang berjumlah 70 orang
(Kejadian 46:27) pergi ke Mesir. Di Mesir, bani Israel mendiami tanah Gosyen
dan jumlah mereka semakin bertambah banyak, hingga akhirnya Firaun yang tidak
mengenal Yusuf, memerintah Mesir dan mulai menindas bangsa Israel.[9]
Masa Perbudakan di Mesir dan keluar
menuju tanah kanaan
Peristiwa Keluar dari Mesir (atau Keluaran; bahasa
Inggris: The Exodus; dari bahasa
Yunani: ἔξοδος, exodos, artinya "pergi ke
luar") adalah suatu kejadian penting dalam sejarah bangsa Israel,
di mana mereka menjadi bebas dari perbudakan selama lebih dari 400 tahun di
tanah Mesir. Bangsa Israel mula-mula menetap di Mesir pada zaman Yusuf bin Yakub menjadi perdana menteri. Yakub,
ayah Yusuf, dan saudara-saudara Yusuf beserta keluarga mereka, sejumlah 75
orang, pindah dari tanah Kanaan untuk tinggal di tanah Gosyen, di delta sungai Nil, untuk menghindari bencana kelaparan yang berlangsung
selama 7 tahun. Setelah Yusuf meninggal, munculnya raja-raja Mesir, yang
disebut para Firaun, yang tidak ingat akan jasa Yusuf. Sebaliknya mereka takut
kepada orang Israel yang terus berlipat ganda jumlahnya dengan pesat. Akibatnya
mereka memutuskan untuk menekan dan menjadikan orang-orang itu menjadi budak
untuk mendirikan kota-kota perbekalan. Di
bawah pimpinan Musa, yang diutus oleh Allah untuk membebaskan umat Israel,
bangsa itu keluar dari tanah Mesir dan mengembara untuk masuk ke "Tanah
Perjanjian" yaitu Tanah
Kanaan.
Keluaran 13 dan pasal-pasal selanjutnya Kitab
Keluaran mencatat
bagaimana asal mulanya terjadi perbudakan terhadap bangsa Israel di tanah
Mesir, sampai mereka berteriak kepada Allah untuk meminta kebebasan, dan
kemudian berfokus kepada kelahiran, masa muda sampai waktu dipanggilnya Musa untuk
menjadi pemimpin bangsanya. Firaun Mesir tidak mau begitu saja membiarkan orang
Israel pergi, sehingga Allah menghukum Firaun dan orang Mesir dengan sepuluh Tulah
Mesir. Di akhir tulah kesepuluh, yaitu kematian anak-anak sulung, orang Israel
diijinkan pergi dan di bawah pimpinan Musa sekitar
2 juta umat berjalan keluar, meninggalkan tanah Mesir dan melewati padang gurun
menuju ke gunung
Sinai. Di gunung tersebut Allah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel serta
mengikat perjanjian dengan mereka: Orang Israel harus melaksanakantorah (yaitu
bermakna "hukum", "instruksi") Allah dan sebagai
balasannya, Ia akan menjadi Allah mereka serta memberikan kepada mereka tanah
Kanaan sebagai
milik pusaka.Kitab Imamat mencatat
hukum-hukum Allah, sedangkan Kitab Bilangan memuat
kisah perjalanan umat itu, sekarang dipimpin oleh Allah mereka, menuju ke tanah
Kanaan. Namun, bangsa Israel tidak berteguh hati percaya kepada Allah. Ketika
mata-mata yang mereka kirim untuk mengintai tanah Kanaan melaporkan bahwa tanah
itu dikuasai oleh "raksasa-raksasa", mereka menolak untuk pergi ke
sana dan memberontak terhadap pimpinan Allah. Akibatnya Allah menjadi murka dan
menghukum mereka untuk tetap mengembara di padang gurun selama 40 tahun, sampai
semua orang dari generasi pertama yang meninggalkan Mesir, yang berusia 20
tahun ke atas, mati di padang gurun. Setelah 40 tahun itu maka generasi baru
itu sampai di perbatasan Kanaan. Kitab Ulangan memuat
kisah bagaimana, sambil memandang Tanah Perjanjian, Musa mengulangi
cerita perjalanan dan hukum-hukum Allah kepada generasi baru ini. Kematian Musa
(yang ditulis di bagian paling akhir dari Kitab Taurat) mengakhiri perjalanan
keluar dari Mesir tersebut.[10]
Musa Dan Harun tidak diisinkan masuk
tanah Perjanjian.
Bilangan
20:2-13 mencatat "sekali lagi" ada kekurangan air dan sekali lagi
Israel protes kepada Musa dan membandingkan kehidupan mereka di Mesir
(bandingkan Bilangan 11:4-6), dengan mengatakan bahwa lebih baik mereka mati
bersama saudara-saudaranya, lihat Bilangan 16:35, 49; 17:12-13).
Bilangan 20:6-9 menuliskan sekali lagi Musa dan Harus memohon dengan sangat kepada TUHAN jangan menghukum mereka, dan sekali lagi TUHAN memerintahkan Musa untuk mengambil tongkatnya dan menyuruh musa berkata kepada bukit batu.
Bilangan 20:6-9 menuliskan sekali lagi Musa dan Harus memohon dengan sangat kepada TUHAN jangan menghukum mereka, dan sekali lagi TUHAN memerintahkan Musa untuk mengambil tongkatnya dan menyuruh musa berkata kepada bukit batu.
Dalam kitab Bilangan pasal 20 ini difokuskan pada
ketidak-taatan Musa dan Harun, Peristiwa Meriba ini menjadi penyebab Musa dan Harun tidak diperbolehkan
masuk ke Tanah Perjanjian. Dalam Bilangan ini dicatat lebih jelas bahwa
TUHAN mengutus Musa dan Harun untuk "memerintah"
bukit batu, supaya orang Israel melihat mujizat kekudusan TUHAN.
Ada dua poin
ketidak-taatan Musa dan Harun :
Pertama : Pengambil alihan "tempat Allah" Allah menjanjikan air akan keluar dari gunung batu, tapi Musa
dan Harun secara menghina menempatkan diri mereka di tempat Allah.
Ayat kunci yang dapat menunjuk jelas Musa dan Harun "melakukan dosa di
hadapan TUHAN Allah" adalah : Bilangan 20:10-11, 20:10
Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu,
berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah
kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami (bukan Allah) harus mengeluarkan air
bagimu dari bukit batu ini?" 20:11 Sesudah itu Musa
mengangkat tangannya, lalu memukul
bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah
banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.
Bani Israel membuat Musa naik pitam dan "mereka
memahitkan hatinya, sehingga ia teledor dengan kata-katanya". Yang
marah kepada bangsa itu bukan Allah, melainkan Musa. Karena itu kata gantinya
"kami" (Musa dan harun) merupakan suatu bentuk penghujatan, yaitu
mengambil-alihan "tempat TUHAN". Hukuman mereka ialah, mereka berdua
tidak boleh masuk ke tanah yg dijanjikan, dan di kemudian hari Musa merasa
hukuman ini sangat berat.
Kedua: Penyimpangan
Perintah : Penggunaan tongkat sebagai pelampiasan murka Musa kepada
bangsa Israel, yaitu tindakan memukul adalah suatu "penyimpangan"
dari perintah yang sudah ditetapkan. Ini sama dengan tongkat Harun yang
ditempatkan dihadapan Tuhan di kemah suci (Bilangan 20:9). Mereka tidak
melakukan persis apa yang diperintahkan Allah, Musa mengajukan pertanyaan
kepada umat yang mengungkapkan keraguan/ ketidak-percayaan mereka : "Apakah
kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" (ayat 10).
Kemudian musa memukul batu 2 kali. Sedangkan perintah TUHAN pada Bilangan 20:8
adalah "Katakanlah… kepada bukit batu itu… demikianlah engkau
mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka". Bukit batu yang
mengeluarkan air menunjukkan bahwa air tersebut memang sudah disana sebelumnya.
Mujizatnya ialah, bagaimana cara Musa mengetahui di dalam bukit batu yang
manakah terdapat air dan kenyataan bahwa ia hanya perlu memerintahkan batu itu
mengeluarkan air.
Bilangan
20:11, Musa memukul batu itu dengan tongkat dua kali. Padahal Musa hanya perlu
mengatakan saja kepada bukit batu itu untuk mengeluarkan airnya (sebagaimana
diperintahkan Allah, yang menunjuk kepada kuasa Allah). Namun, sebagaimana kita
ketahui dalam ayat ini, Musa mengambil-alih kedudukan Allah, baik melalui kata
maupun tindakan. Walaupun memang Batu itu tetap mengeluarkan air yang cukup
diminum oleh semua bani Israel bahkan ternak mereka pun minum (ayat 11) tetapi
jelas Musa tidak melakukan perintah "persis" seperti yang ditetapkan
Allah.[11]
Estafet Kepemimpinan ke Tanah Perjanjian
Pertama, Musa tidak diizinkan
ke tanah kanaan karena pelanggaran. Bilangan 20:2-13 menjelaskan
bahwa ketika orang Israel memberontak, Musa menjadi teledor dengan
kata-katanya dan melanggar perintah
Tuhan yang membuatnya menanggung konsekwensi dari keteledorannya. Ayat 12
berkata: “Tetapi Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun;: “karena kamu tidak
percaya kepadaKU dan tidak menghormati kekudusanku di depan mata orang Israel,
itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan
kuberikan kepada mereka. Konsekwensi
yang harus ditanggung Musa karena kesalahannya adalah tidak diizinkan sampai ke
tanaah kanaan. Dia harus berhenti
sebagai pemimpin atas Israel, dan akhirnya dia harus mati. Namun Musa mati
bukan berarti rencana Tuhan membawa umatnya ke tanah Kanaan menjadi gagal.
Allah tentu memilih pemimpin baru untuk meneruskan penggenapan tanah perjanjian
kepada umatNya, dan pemimpin baru itu adalah Yosua.
Kedua, Yosua ditetapkan sebagai penerus
kepemimpinan. Ulangan 31:130, menunjukan
setelah Musa tahu bahwa dia tidak akan masuk tanah perjanjian atau tidak akan
menyeberangi sungai Yordan maka beberapa hal yang dilakukan Musa adalah: Dia menyampaikan bahwa
sesuai Firman Tuhan dia tidak akan menyebrangi sungai Yordan, ayat 2. Musa
tidak mempersalahkan orang Israel atas atas putusan Tuhan kepadanya bahwa dia
tidak akanmasuk tanah perjanjian. Dia juga tidak menyembunyikan konsekwensi
dosa yang ditanggungnya, Dia menguatkan orang Israel tentang janji Tuhan, bahwa
Tuhan pasti menyertai mereka sampai di tanah Perjanjian, 3-6, Dia
memanggil Yosua dan memberitahukan tugas untuk menerima estafet kepemimpinan
menuju tanah kanaan di depan umat Israel, 7-8 Musa menunjukkan bahwa estafet
kepemimpinan kepada Yosua adalah Firman Tuhan. Yosua adalah pilihan Tuhan bukan
Musa.
Yosua menerima Firman Tuhan sehubungan
dengan tugasnya, Yosua 1:1-18.
·
Tuhan menyuruh Yosua untuk siap
menyeberangi sungai Yordan, ayat 2
·
Tuhan mengulangi bahwa tanaah itu akan mereka miliki dengan
memberitahukan batas-batasnya ayat 3-4
·
Tuhan berjanji akan menyertai Yosua
sebagaimana Dia menyertai Musa, ayat 5
·
Tuhan memperingatkan Yosua untuk berpaut
pada Firman Tuhan, untuk berhasil dan beruntung dalam perjalanan menuju ke
tanah Perjanjian, ayat 6-9
·
Yosua mulai mengatur suku-suku Israel utuk
memasuki tanah perjanjian.
Yosua Membawa Bangsa Israel Masuk
Tanah Perjanjian
Yosua memunyai tujuan yang jelas, yaitu tujuan
yang berorientasi pada petunjuk Tuhan (Yosua 1:2b) untuk membawa orang Israel
ke Kanaan. Namun tujuannya bukan hanya sampai kepada wilayah teritorial
melainkan juga bagaimana agar Israel tetap menjadi umat Tuhan yang setia. Cara
yang dilakukan oleh Yosua untuk mencapai tujuan itu adalah sebagai berikut.
Pertama, Mempertahankan sistem organisasi yang diwariskan oleh Musa.
Kedua,
Memasuki, menaklukkan, dan menduduki Kanaan. Secara teritorial, hal tersebut dilakukannya
dengan teliti dan hati-hati serta mempelajari strategi perang dan tidak
sembarangan dalam bertindak (2:1). Hal itu terbukti ketika ia mengirim
pengintai (2:1-24), melawan Ai (8:3-9), juga pada waktu melawan lima raja.
Yosua memakai strategi menyerang lebih dulu secara tiba-tiba sebelum diserang
(10:9) juga pada waktu melawan raja-raja bagian utara (11:7). Dalam setiap
peperangan, Yosua sendirilah yang memimpin (8:1-29) dan Yosua tetap
11:15,20).
Ketiga, Mengingatkan orang Israel untuk hidup
dalam kekudusan (3:5). Untuk menjaga kesetiaan orang Israel terhadap Tuhan,
Yosua juga menguduskan orang Israel dengan menyunat mereka (5:2), membuat
mezbah di gunung Ebal (8:30), dan membacakan perkataan hukum Taurat (8:34-35).
Dia memberikan pesan rohani kepada suku Ruben, Gad, dan sebagian suku Manasye
sebelum mereka kembali ke tanah pusaka di seberang sungai Yordan di tanah
Gilead agar mereka setia kepada Tuhan (22:5-6). Sampai masa tuanya pun Yosua
selalu mengingatkan orang Israel untuk melakukan perintah Tuhan (23:6), bahkan
dia memperbarui perjanjian di Sikhem (24:25-28).
Yosua
memimpin orang Israel selama sekitar 20 tahun dan Yosua meninggal dalam usia
110 tahun (24:29). Pada permulaan kitab Yosua, Yosua hanya disebut sebagai
"abdi Musa" (1:1) tetapi pada bagian akhir dari kitab Yosua, Yosua
disebut sebagai "hamba Tuhan" (24:29)artinya bahwa pada akhirnya
Yosua disejajarkan dengan Musa (1:1). Penyejajaran Yosua dengan Musa tidak
terjadi secara instan tetapi melewati suatu proses yang panjang, khususnya
dalam hubungan rohaninya dengan Tuhan. Mungkin di awal dari kepemimpinan Yosua tidak
semua orang Israel yakin bahwa Yosua pantas menggantikan Musa, tetapi dengan
kenyataan seperti dituliskan dalam kitab Yosua ini mereka pada akhirnya akan
berkata bahwa Yosua pantas menggantikan Musa sebagai pemimpin Israel yang
membawa Israel memasuki Kanaan, menaklukkan Kanaan, dan menduduki Kanaan;
bahkan jasanya yang lebih besar adalah membuat Israel menjadi umat Tuhan yang
taat kepada Tuhannya, paling tidak selama dan beberapa waktu setelah
kepemimpinan Yosua.
Berkat
rohani dari kehidupan Yosua memang sangat luar biasa dan sangat melimpah;
prinsip-prinsipnya sangat jelas, khususnya dalam bidang kepemimpinan. Sangat
baik jika dalam bidang kepemimpinan seorang Kristen atau Gereja merasa mendapat
berkat dari kepemimpinan Yosua. Tetapi seperti Yosua, hendaknya kita menerapkan
prinsip-prinsip itu dengan segala dinamika di dalamnya, bahwa kepemimpinan juga
itu pasti tidak bebas kita menjadi pemimpin-pemimpin yang seperti Yosua, yang
tetap dalam komitmen untuk selalu berhubungan dengan Tuhan.[12]
Tanah Perjanjian Di Jaman Raja Daud
Daud adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Sebelum menjadi raja ia hanyalah seorang
gembala yang menghabiskan hari-harinya dengan menggembalakan domba-domba Isai,
ayahnya, di padang di Betlehem. Namun,
Daud bukanlah seorang gembala biasa.
Sebagai seorang pria ia berwajah tampan dan mempesona dengan sorot
matanya yang elok. Di padang rumput yang
luas dan indah, ia memperoleh inspirasi untuk menulis puisi-puisi yang romantis
dan memainkan kecapinya yang lembut nan syahdu.
Atas kehendak TUHAN, hakim Samuel mengurapi Daud menjadi raja
menggantikan Saul bin Kisy dari suku Benyamin.(1 Samuel 16:13) Sebagai raja Israel yang pertama, Saul telah
ditolak karena tidak mampu mengedepankan perintah TUHAN dan bertindak menurut
kehendaknya sendiri.
Ketika Saul digambarkan sebagai prajurit bertemperamen
tinggi, Daud justru tampil layaknya seorang prajurit yang rendah hati juga
diplomat yang tenang dan mampu membangun kekuatan politisnya dengan
taktik-taktik yang cemerlang. Daud yang
berasal dari suku Yehuda ini meraih simpati dari semua suku Israel untuk
kemudian mengakui keabsahannya sebagai raja atas Israel Raya. Bahkan ia mampu berdiplomatis dengan meraih
kepercayaan negara tetangga serta musuh-musuh Israel lainnya
Pada masa Yosua, Tuhan memberi perintah kepada Yosua untuk
mengambil seluruh teritorial seperti yang telah disebutkan oleh Musa (Yosua
1:4). Namun selama masa itu Israel gagal untuk mendapatkan seluruh tanah yang
telah Tuhan janjikan, sebab utamanya adalah karena ketidaktaatan mereka kepada
Tuhan, sehingga Tuhan menghukum mereka dengan tidak memberikan seluruh tanah
itu kepada bangsa Israel. Dan selama masa raja-raja Israel, tidak ada satu raja
pun yang berhasil mendapatkan seluruh Tanah Perjanjian itu kecuali Daud (itu
pun masih ada satu bagian tanah, Tanah orang Het yang tidak menjadi kekuasaan
Israel).
Kemenangan-Kemengan
Daud Merebut Tanah Perjanjian
Tanah perjanjian dalam masa pemerintahan raja Daud mengalamai
puncak kejayaannya mengalahkan musuh musuh bangsa Israel sebagaimana yang
tercatat dalam nats Alkitab yang tercantum dalam 2 Samuel 8:1-14, 1 Tawarikh
18:1-10. Daerah daerah yang dikalah oleh Daud adalah sebagai berikut: Daerah
Filistin dengan mengambil kendali atas
seluruh pemerintaannya ibu kotanya (ay.1) kemudian mengalahkan orang Moab,
dimana orang Moab diwajibkan harus membayar upeti kepada kepada Daud.
Selanjutnya Daud memukul kalah Hadadazer bin Rehob, Raja Zoba, Daud juga
menawan pasukan berkuda dan puluhan ribu pasukan berjalan kaki pada pertempuran
ini (ay. 3,4).
Lalu Daud juga mengalahkan
persekongkolan raja Hadadazer dengan orang Aram dari Damsyik dan menewaskan dua
puluh dua ribu orang. Kemudian Daud menempatkan pasukan pasukan pendudukan di
daerah orang Aram dari Damsyik. Orang Aram itu takluk kepada Daud dan harus
mempersembahkan upeti juga. Tuhan memberi kemengan kepada Daud kemanapun ia
pergi berperang. Dan oleh sebab keberhasilan Raja Daud mengalahkan musuh
musuhnya, ketika Tou Raja Hamat mendengar kabar itu, maka dia menyuruh Yoram
anaknya untuk menyampaikan salam dan persembahan kepada raja. Dan yang terakhir
dalam bagian ini raja Daud juga menang atas orang Edom di lembah Asin, lalu ia
menempatkan pasukan pasukan pendudukan, sehingga seluruh Edom takluk pada masa
Daud menjadi raja.
BAB III
KESIMPULAN
Allah memberikan tanah Kanaan kepada bangsa Israel menjadi
tempat kediaman dan menjadi milik pusaka bangsa Israel sesuai dengan janji
Allah kepada bapa leluhur mereka Abraham. Pemberian tanah kepada bangsa
Israel adalah suatu tuntutan kepada mereka untuk tetap selalu menguduskan
dirinya di tanah milik Allah. Pemberian tanah Kanaan adalah merupakan
penggenapan dari janji Allah, tetapi juga bahwa pemberian tanah tersebut adalah
juga merupakan suatu janji. Dengan demikian janji tersebut tidak hanya berhenti
sampai di sana saja, tetapi janji tersebut adalah janji yang secara
terus-menerus berkelanjutan.
Pemberian
tanah Kanaan sudah merupakan tujuan dan rencana Allah dalam berbagai
tindakanya, artinya bahwa tindakan Allah kepada bangsa Israel merupakan proses
atau pendahuluan bagi mereka dalam penerimaan janji tanah yang akan diberikan
Allah. Tindakan-tindakan Allah yang merupakan awal dari pemberian tanah Kanaan
tersebut, misalnya: pembebasan bangsa Israel dari tanah perbudakan Mesir,
pembimbingan di padang gurun, penyataan Allah kepada mereka di gunung Sinai.
Oleh karena itu, tanah Kanaan seringkali disebut sebagai nahala yang artinya
daerah/negeri milik pusaka bagi bangsa Israel. Tetapi tanah Kanaan juga sering
disebut dengan ahuzzah yang artinya adalah milik (Kejadian 17:8; 48:4; Imamat
14:34; 25:24; Bil. 35:8; Ul. 32:49; Yos 21:42).
Pemberian tanah tersebut oleh Allah menyatakan bahwa bangsa
Israel mempunyai hak atas tanah itu, sebab Allah sunguh-sungguh memberikan
tanah itu kepada mereka, itulah sebabnya bangsa Israel selalu merasa di rumah
sendiri dan sudah mempunyai hak tinggal ketika mereka sedang berada di tanah
perjanjian itu. Itulah berkat yang diterima oleh mereka dari Allah, dan berkat
itu sudah diterima oleh Abraham, Isak dan Yakub, artinya bahwa berkat itu adalah
janji tetapi setetal Allah menjanjikannya maka penggenapanya juga sudah
berlangsung pada saat itu juga. Konsep dari penggenapan dari semua
perjanjian yang dinyakan Allah kepada bangsa Israel adalah berakar dan berpusat
pada perjanjian Allah dengan Abraham.
KEPUSTAKAAN
Buku
Barth, Carl., Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-Gunung
Mulia,2008), 10.
Alfred, Day
Ely, “אֶרֶץ” dalam James Orr, International Standard Bible Enciclopedia, (Michigan :
Grand Rapids,1980), 1826.
Bergman, “אֶרֶץ” dalam, G. Johanes Botterweck, Theological Dictionary Of the
Old Testament Vol I, Michigan: Grand Rapids, 1972
Johannes, Botterweck
G. (ed), Theological Dictionary Of the Old Testament Vol II,
Michigan : Grand Rapids, 1977
Lisowky, Gerhard
Drivileg Wrutt, Korkordanz Zum Hebraischen Alten,: (Germany:
Bibelanstult Stuttgart, 1958), 143-144.
Walker, D.F., Korkordansi Alkitab,( Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2008) , 231.
Internet
http://www.pesta.org/tbiblika, Diakses 27 Oktober 2014
http://rogermixtica.wordpress.com/2012/12/09/perjanjian-allah/, Diakses 31 Oktober 2014
Sumber
: http://www.pesta.org/book/export/html/189, Diakses 30 Oktober 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Keluar_dari_Mesir#cite_ref-2, diakses 30
Oktober 2014
www.sabda.org//artikel.php. Diakses 30
Oktober 2014
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/077, Diakses 30
Oktober 2014
[1] Carl. Barth, Teologi Perjanjian Lama 2,
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia,2008), 10.
[2] Day Alfred Ely, “אֶרֶץ” dalam James Orr, International Standard Bible Enciclopedia, (Michigan :
Grand Rapids,1980), 1826.
[3] Bergman, “אֶרֶץ” dalam, G.
Johanes Botterweck, Theological Dictionary Of the Old Testament Vol I, (Michigan:
Grand Rapids, 1972), 388.
[4] Botterweck G. Johannes (ed), Theological Dictionary Of the Old Testament Vol II, (Michigan
: Grand Rapids, 1977), 393.
[5] Gerhard Lisowky Drivileg Wrutt, Korkordanz Zum Hebraischen Alten,: (Germany: Bibelanstult
Stuttgart, 1958), 143-144.
[8]
http://rogermixtica.wordpress.com/2012/12/09/perjanjian-allah/, Diakses 31 Oktober 2014
[9]
Sumber : http://www.pesta.org/book/export/html/189, Diakses 30 Oktober 2014
[11]
www.sabda.org//artikel.php
[12]
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/077
Tidak ada komentar:
Posting Komentar