Senin, 08 Agustus 2016

TANAH PERJANJIAN

TANAH PERJANJIAN


BAB I
PENDAHULUAN
Tanah Perjanjian yang di janjikan Tuhan Allah kepada Abraham dan kepada keturunan Abraham adalah tanah yang berlimpah susu dan madu. Sebelum bangsa Israel menduduki tanah tersebut, sudah lebih dahulu orang lain mendudukinya. karena berlimpah susu dan madu maka kerajaan-kerajaan yang ada di sekeliling bangsa Israel ingin menduduki tanah tersebut. Tuhan Allah telah berjanji maka Ia akan menepati janji-Nya. Hal ini sangat menarik untuk di pelajari maka akan di bahas mulai dari latar belakang tanah perjanjian dan apa yang terjadi disana.
Latar Belakang Tanah Perjanjian
Tanah Kanaan merupakan tujuan dari orang Israel setelah keluaran (peristiwa eksodus), walaupun Allah menciptakan seluruh dunia (Maz 95:4; Yesaya 40:28), namun Allah telah menentukan suatu tanah yang khusus bagi orang yang khusus yaitu bagi keturunan Abraham (Kej 12:2; Ul 26:5) yaitu tanah Kanaan.  Dalam Perjanjian Lama, ada beberapa kali diungkapkan mengenai pemberian tanah ini, seperti contohnya dalam kitab Yehezekiel.[1]
Dalam kitab Yehezekiel ada tertulis beberapa kali mengenai Tanah seperti dalam kitab Yehezekiel 11,17; 20, 15.28.42; 36,28; 37,25. Cerita mengenai pemberian tanah Kanaan oleh Allah kepada Abraham dan keturunanya dijelaskan paling banyak dalam kitab Ulangan. Dalam kitab Ulangan ada sampai 76 kali diungkapkan mengenai cerita Allah yang memberikan tanah Kanaan/tanah Perjanjian tersebut.
Konsep tanah dalam perjanjian lama memiliki banyak istilah, Misalnya dengan kata אֲדָמָה (adama) yang artinya tanah, istri. Kata tanah juga disebut dengan  kata אֶרֶץ (erets), yang artinya bumi, negeri. Kata tanah juga biasa disebut dengan kata  אֲחֻזָּה (akhuzza), yang artinya milik, tanah milik. Selain itu juga, bahwa kata  אֲדָמָה (adama) dan kata אֶרֶץ (erets) ini juga memiliki persamaan dengan kata שָדֶה (Shindahe) yang artinya adalah sebidang tanah.[2] Kata אֶרֶץ (erets) ini juga sering diartikan dengan dunia dan keseluruhan alam semesta yang membentang secara horizontal.[3] אֶרֶץ(erets)
Kata tanah dalam Alkitab sering disebut dengan kata erets yang artinya adalah bumi.[4] Namun demikian kata אֶרֶץ (erets) yang artinya adalah tanah mengarah kepada kata אֲחֻזָּה (akhuzza), yang artinya milik, tanah milik. Dalam perjanjian lama ada beberapa kali kata אֶרֶץ (erets)  ini digunakan.[5] Dalam Kej. 151 kali, Kel.116 kali, Im.60 kali, Bil. 80 kali,Ul.139 kali, Jos.61 kali, Rut.37, 1 Sam.43, 2 Sam.37, 1 Raj.50,2 Raj.57, Yes.128, Jer.204,Ez.145, Hos.15, Jole 8, Am. 20, Ob.1, Yun.1, Mik.11, Nah.2, Hab.4, Zeh.6, Hag.2, 1 Kro.30, 2 Kro.65, Neh.13, Psa.135, Dan.19, dan lain sebagainya.[6] Dengan demikian penggunaan kata   אֶךֶץ  (erets) lebih banyak terdapat dalam kitab Ulangan yaitu sebanyak 139 kali penggunaan.
Kata   אֶךֶץ (erets) ini mengandung arti jamak atau ganda karena terkadang melahirkan arti yang lebih luas dan terkadang berarti tanah atau negeri, suatu daerah yang lebih sempit, tanah yang ada di permukaan bumi ini tempat segala tumbuh-tumbuhan dan semua yang hidup (Kej. 1:11-12; Ul. 26:2). Namun dalam Kitab Kejadian 17:8 kata yang dipakai untuk menyebut kata tanah adalah dengan kata אֶךֶץ (erets) yang artinya adalah bumi/negeri.
Wilayah tanah Kanaan memiliki porsi muatan makna teologis yang sangat besar dalam seluruh kitab PL, karena tanah Kanaan merupakan komponen utama dalam perjanjian Allah dengan bangsa pilihan-Nya, Israel. Hal ini dimulai ketika Abraham dipanggil untuk pergi ke tanah yang akan Tuhan berikan kepadanya dan bangsa keturunannya, yaitu Tanah Perjanjian, (Kej. 11:31 - 12:10). Wilayah Tanah Perjanjian itu disebutkan "mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat" (Kej. 15:18) dan janji itu dikonfirmasi lagi kepada Ishak (Kej. 26:3) dan juga kepada Yakub (Kej. 28:13).
Luas tanah yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham tidaklah jelas batasnya. Namun dapat dipastikan lebih luas dari negeri Kanaan, karena ketika Lot memilih untuk tinggal di lembah Yordan yang subur dan banyak air di sebelah timur, Abraham tinggal di tanah Kanaan, dan di situlah Tuhan berkata kepada Abraham: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama- lamanya." (Kej. 13:14-15).
Ratusan tahun kemudian ketika Musa mengingatkan bangsa Israel akan Tanah Perjanjian yang Tuhan telah berikan kepada mereka, maka Musa menjelaskan batas-batas tanah itu sebagai, "Majulah, berangkatlah, pergilah ke pegunungan orang Amori dan kepada semua tetangga mereka di Araba-Yordan, di Pegunungan, di Daerah Bukit, di Tanah Negeb dan di tepi pantai laut, yakni negeri orang Kanaan dan ke gunung Libanon sampai Efrat, sungai besar itu. Ketahuilah, Aku telah menyerahkan negeri itu kepadamu; masukilah, dudukilah negeri yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunannya." (Ul. 1:7-8). Dan saat itu bangsa Israel telah menduduki tanah bahkan sampai ke sungai Jordan, yang lebih luas dari batas Tanah Perjanjian.
Pada masa Yosua, Tuhan memberi perintah kepada Yosua untuk mengambil seluruh teritori seperti yang telah disebutkan oleh Musa (Yos. 1:4). Namun selama masa itu Israel gagal untuk mendapatkan seluruh tanah yang telah Tuhan janjikan, sebab utamanya adalah karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan, sehingga Tuhan menghukum mereka dengan tidak memberikan seluruh tanah itu kepada bangsa Israel. Dan selama masa raja-raja Israel, tidak ada satu raja pun yang berhasil mendapatkan seluruh Tanah Perjanjian itu kecuali Daud (itupun masih ada satu bagian tanah, Tanah orang Het yang tidak menjadi kekuasaan Israel).
Sebagai kesimpulan dapat di katakan bahwa konsep Tanah dan Perjanjian dalam PL saling memiliki kaitan yang erat. Tanah merupakan anugerah Tuhan yang dijamin di atas perjanjian (covenant) yang sah. Oleh karena itu Tanah Perjanjian merupakan simbol akan ketergantungan mereka pada Tuhan. Hubungan Israel dengan tanah itu merupakan indikasi hubungan mereka dengan Tuhan. Apabila mereka taat kepada Tuhan maka kemakmuran yang luar biasa akan terjadi di atas tanah itu (Ul. 22). Sebaliknya, ketidaktaatan bangsa Israel akan perintah Tuhan akan berakhir dengan dibuangnya mereka dari Tanah Perjanjian (Ul. 4:25-28; 28:63-68; Yos. 23:13-16; I Raj. 9:6- 9; 2 Raj. 17:22-23; dll.). Dan akibatnya pada masa-masa itu orang Israel harus hidup di tanah pembuangan dan dijajah bangsa-bangsa lain.
Namun karena janji bahwa Tuhan akan setia menyertai bangsa ini, maka tidak untuk selamanya bangsa Israel tinggal di tanah pembuangan. Pada jaman Ezra, sejarah PL mulai diwarnai dengan pertobatan dan perjanjian untuk menjauhkan diri dari pemcemaran dosa dari bangsa kafir (Ez. 9:10-15) sehingga bangsa Israel akhirnya pulang kembali ke tanah airnya dan tinggal di tanah yang Tuhan janjikan itu. [7]
Akan ada hal-hal yang sangat penting dan tidak kala menarik dari topic ini  yang  akan di bahas lebih terperinci dan mendalam oleh kelompok dua berkaitan dengan “Tanah Perjanjian” dan apa saja yang terkandung di dalamnya dan hubungannya dengan Abraham sampai Israel ada sekarang di landasan teory pada bab II.

















BAB II
LANDASAN TEORY
Perjanjian Allah dengan Abraham
Perjanjian Allah dengan Abram yang dipanggil-Nya keluar dari kampung halamanya di Ur-Kasdim Mesopotamia dengan janji untuk memberikan tanah Kanaan, janji untuk memberkati dia dan keturunanya serta janji untuk menjadi Allah-nya dan Allah keturunanya . Melalui Abram yang kemudian disebut Abraham ini Allah bahkan bersumpah demi diri-Nya sendiri, semua bangsa dimuka bumi akan mendapat berkat. Inti dari perjanjian ini adalah tetap sama yaitu kasih karunia pemeliharaan dan keselamatan dari Allah.
Kejadian 15:18  Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.  Kejadian 17:7  Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu.
Sama dengan perjanjian yang dibuat Allah dengan Nuh demikian pula perjanjian Allah dengan Abraham berlaku kekal selamanya, namun perjanjian ini juga bersifat khusus yang ditandai dengan sunat. Bagi keturunan jasmani Abraham yang tidak disunat maka perjanjian menjadi batal.
Kejadian 17:10  Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; Kejadaian 17:14  Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku.[8]
Pemberian tanah Kanaan sebagai tanah perjanjian didasarkan kepada janji Allah kepada Abraham. Abraham bukanlah penduduk asli tanah Kanaan, tetapi Abraham berasal dari Mesopotamia, di sebuah kota yang bernama Ur-kasdim. Pada dasarnya, Abraham tidak mengenal siapa Allah, sebab penduduk Mesopotamia adalah orang-orang Kafir yang menyembah berhala. Abraham dipanggil Allah untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi menuju tanah perjanjian.
Abraham tidak tahu  pasti di mana tanah perjanjian itu berada, tetapi dengan iman, ia terus pergi menuju tanah yang dijanjikan Tuhan. Semasa Abraham hidup, Abraham pernah menempati tanah Kanaan. Pada masa terjadi keributan antara hamba-hamba Lot dan hamba-hamba Abraham, akhirnya Abraham dan Lot memutuskan untuk berpisah. Lot memilih daerah di sekitar sungai Yordan yang hijau dan subur, sementara Abraham memilih daerah yang sebaliknya.
Pada saat itulah, Tuhan Allah berfirman bahwa tanah itu akan menjadi miliknya dan keturunannya. Abraham adalah nenek moyang bangsa Israel. Secara khusus, Allah memanggil Abraham untuk menuju tanah perjanjian. Bangsa Israel sendiri adalah bangsa yang menduduki tanah Kanaan dan berbaur dengan penduduk asli negeri itu. Pada masa Yakub, kelaparan hebat melanda tanah Kanaan, sehingga Yakub dan keluarganya yang berjumlah 70 orang (Kejadian 46:27) pergi ke Mesir. Di Mesir, bani Israel mendiami tanah Gosyen dan jumlah mereka semakin bertambah banyak, hingga akhirnya Firaun yang tidak mengenal Yusuf, memerintah Mesir dan mulai menindas bangsa Israel.[9]
Masa Perbudakan di Mesir dan keluar menuju tanah kanaan
Peristiwa Keluar dari Mesir (atau Keluaran; bahasa Inggris: The Exodus; dari bahasa Yunani: ἔξοδος, exodos, artinya "pergi ke luar") adalah suatu kejadian penting dalam sejarah bangsa Israel, di mana mereka menjadi bebas dari perbudakan selama lebih dari 400 tahun di tanah Mesir. Bangsa Israel mula-mula menetap di Mesir pada zaman Yusuf bin Yakub menjadi perdana menteri. Yakub, ayah Yusuf, dan saudara-saudara Yusuf beserta keluarga mereka, sejumlah 75 orang, pindah dari tanah Kanaan untuk tinggal di tanah Gosyen, di delta sungai Nil, untuk menghindari bencana kelaparan yang berlangsung selama 7 tahun. Setelah Yusuf meninggal, munculnya raja-raja Mesir, yang disebut para Firaun, yang tidak ingat akan jasa Yusuf. Sebaliknya mereka takut kepada orang Israel yang terus berlipat ganda jumlahnya dengan pesat. Akibatnya mereka memutuskan untuk menekan dan menjadikan orang-orang itu menjadi budak untuk mendirikan kota-kota perbekalan. Di bawah pimpinan Musa, yang diutus oleh Allah untuk membebaskan umat Israel, bangsa itu keluar dari tanah Mesir dan mengembara untuk masuk ke "Tanah Perjanjian" yaitu Tanah Kanaan.
 Keluaran 13 dan pasal-pasal selanjutnya Kitab Keluaran mencatat bagaimana asal mulanya terjadi perbudakan terhadap bangsa Israel di tanah Mesir, sampai mereka berteriak kepada Allah untuk meminta kebebasan, dan kemudian berfokus kepada kelahiran, masa muda sampai waktu dipanggilnya Musa untuk menjadi pemimpin bangsanya. Firaun Mesir tidak mau begitu saja membiarkan orang Israel pergi, sehingga Allah menghukum Firaun dan orang Mesir dengan sepuluh Tulah Mesir. Di akhir tulah kesepuluh, yaitu kematian anak-anak sulung, orang Israel diijinkan pergi dan di bawah pimpinan Musa sekitar 2 juta umat berjalan keluar, meninggalkan tanah Mesir dan melewati padang gurun menuju ke gunung Sinai. Di gunung tersebut Allah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel serta mengikat perjanjian dengan mereka: Orang Israel harus melaksanakantorah (yaitu bermakna "hukum", "instruksi") Allah dan sebagai balasannya, Ia akan menjadi Allah mereka serta memberikan kepada mereka tanah Kanaan sebagai milik pusaka.Kitab Imamat mencatat hukum-hukum Allah, sedangkan Kitab Bilangan memuat kisah perjalanan umat itu, sekarang dipimpin oleh Allah mereka, menuju ke tanah Kanaan. Namun, bangsa Israel tidak berteguh hati percaya kepada Allah. Ketika mata-mata yang mereka kirim untuk mengintai tanah Kanaan melaporkan bahwa tanah itu dikuasai oleh "raksasa-raksasa", mereka menolak untuk pergi ke sana dan memberontak terhadap pimpinan Allah. Akibatnya Allah menjadi murka dan menghukum mereka untuk tetap mengembara di padang gurun selama 40 tahun, sampai semua orang dari generasi pertama yang meninggalkan Mesir, yang berusia 20 tahun ke atas, mati di padang gurun. Setelah 40 tahun itu maka generasi baru itu sampai di perbatasan Kanaan. Kitab Ulangan memuat kisah bagaimana, sambil memandang Tanah Perjanjian, Musa mengulangi cerita perjalanan dan hukum-hukum Allah kepada generasi baru ini. Kematian Musa (yang ditulis di bagian paling akhir dari Kitab Taurat) mengakhiri perjalanan keluar dari Mesir tersebut.[10]
Musa Dan Harun tidak diisinkan masuk tanah Perjanjian.
Bilangan 20:2-13 mencatat "sekali lagi" ada kekurangan air dan sekali lagi Israel protes kepada Musa dan membandingkan kehidupan mereka di Mesir (bandingkan Bilangan 11:4-6), dengan mengatakan bahwa lebih baik mereka mati bersama saudara-saudaranya, lihat Bilangan 16:35, 49; 17:12-13).
Bilangan 20:6-9 menuliskan sekali lagi Musa dan Harus memohon dengan sangat kepada TUHAN  jangan menghukum mereka, dan sekali lagi TUHAN memerintahkan Musa untuk mengambil tongkatnya dan menyuruh musa berkata kepada bukit batu.
Dalam kitab Bilangan pasal 20 ini difokuskan pada ketidak-taatan Musa dan Harun, Peristiwa Meriba ini menjadi penyebab Musa dan Harun tidak diperbolehkan masuk ke Tanah Perjanjian. Dalam Bilangan ini dicatat lebih jelas bahwa TUHAN mengutus Musa dan Harun untuk "memerintah" bukit batu, supaya orang Israel melihat mujizat kekudusan TUHAN.
Ada dua poin ketidak-taatan Musa dan Harun :
Pertama : Pengambil alihan "tempat Allah" Allah menjanjikan air akan keluar dari gunung batu, tapi Musa dan Harun secara menghina menempatkan diri mereka di tempat Allah. Ayat kunci yang dapat menunjuk jelas Musa dan Harun "melakukan dosa di hadapan TUHAN Allah" adalah : Bilangan 20:10-11, 20:10 Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami (bukan Allah) harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?"  20:11 Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.
Bani Israel membuat Musa naik pitam dan "mereka memahitkan hatinya, sehingga ia teledor dengan kata-katanya". Yang marah kepada bangsa itu bukan Allah, melainkan Musa. Karena itu kata gantinya "kami" (Musa dan harun) merupakan suatu bentuk penghujatan, yaitu mengambil-alihan "tempat TUHAN". Hukuman mereka ialah, mereka berdua tidak boleh masuk ke tanah yg dijanjikan, dan di kemudian hari Musa merasa hukuman ini sangat berat.

Kedua: Penyimpangan Perintah : Penggunaan tongkat sebagai pelampiasan murka Musa kepada bangsa Israel, yaitu tindakan memukul adalah suatu "penyimpangan" dari perintah yang sudah ditetapkan. Ini sama dengan tongkat Harun yang ditempatkan dihadapan Tuhan di kemah suci (Bilangan 20:9). Mereka tidak melakukan persis apa yang diperintahkan Allah, Musa mengajukan pertanyaan kepada umat yang mengungkapkan keraguan/ ketidak-percayaan mereka : "Apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" (ayat 10). Kemudian musa memukul batu 2 kali. Sedangkan perintah TUHAN pada Bilangan 20:8 adalah "Katakanlah… kepada bukit batu itu… demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka". Bukit batu yang mengeluarkan air menunjukkan bahwa air tersebut memang sudah disana sebelumnya. Mujizatnya ialah, bagaimana cara Musa mengetahui di dalam bukit batu yang manakah terdapat air dan kenyataan bahwa ia hanya perlu memerintahkan batu itu mengeluarkan air.
Bilangan 20:11, Musa memukul batu itu dengan tongkat dua kali. Padahal Musa hanya perlu mengatakan saja kepada bukit batu itu untuk mengeluarkan airnya (sebagaimana diperintahkan Allah, yang menunjuk kepada kuasa Allah). Namun, sebagaimana kita ketahui dalam ayat ini, Musa mengambil-alih kedudukan Allah, baik melalui kata maupun tindakan. Walaupun memang Batu itu tetap mengeluarkan air yang cukup diminum oleh semua bani Israel bahkan ternak mereka pun minum (ayat 11) tetapi jelas Musa tidak melakukan perintah "persis" seperti yang ditetapkan Allah.[11]



Estafet Kepemimpinan ke Tanah Perjanjian
Pertama, Musa tidak diizinkan ke tanah kanaan karena pelanggaran. Bilangan 20:2-13 menjelaskan bahwa ketika orang Israel memberontak, Musa menjadi teledor dengan kata-katanya  dan melanggar perintah Tuhan yang membuatnya menanggung konsekwensi dari keteledorannya. Ayat 12 berkata: “Tetapi Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun;: “karena kamu tidak percaya kepadaKU dan tidak menghormati kekudusanku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan kuberikan  kepada mereka. Konsekwensi yang harus ditanggung Musa karena kesalahannya adalah tidak diizinkan sampai ke tanaah kanaan.  Dia harus berhenti sebagai pemimpin atas Israel, dan akhirnya dia harus mati. Namun Musa mati bukan berarti rencana Tuhan membawa umatnya ke tanah Kanaan menjadi gagal. Allah tentu memilih pemimpin baru untuk meneruskan penggenapan tanah perjanjian kepada umatNya, dan pemimpin baru itu adalah Yosua.
Kedua, Yosua ditetapkan sebagai penerus kepemimpinan. Ulangan 31:130, menunjukan setelah Musa tahu bahwa dia tidak akan masuk tanah perjanjian atau tidak akan menyeberangi sungai Yordan maka beberapa hal yang dilakukan Musa adalah: Dia menyampaikan bahwa sesuai Firman Tuhan dia tidak akan menyebrangi sungai Yordan, ayat 2. Musa tidak mempersalahkan orang Israel atas atas putusan Tuhan kepadanya bahwa dia tidak akanmasuk tanah perjanjian. Dia juga tidak menyembunyikan konsekwensi dosa yang ditanggungnya, Dia menguatkan orang Israel tentang janji Tuhan, bahwa Tuhan pasti menyertai mereka sampai di tanah Perjanjian, 3-6, Dia memanggil Yosua dan memberitahukan tugas untuk menerima estafet kepemimpinan menuju tanah kanaan di depan umat Israel, 7-8 Musa menunjukkan bahwa estafet kepemimpinan kepada Yosua adalah Firman Tuhan. Yosua adalah pilihan Tuhan bukan Musa.
                Yosua menerima Firman Tuhan sehubungan dengan tugasnya, Yosua 1:1-18.
·         Tuhan menyuruh Yosua untuk siap menyeberangi sungai Yordan, ayat 2
·         Tuhan mengulangi bahwa tanaah itu akan mereka miliki dengan memberitahukan  batas-batasnya  ayat 3-4
·         Tuhan berjanji akan menyertai Yosua sebagaimana Dia menyertai Musa, ayat 5
·         Tuhan memperingatkan Yosua untuk berpaut pada Firman Tuhan, untuk berhasil dan beruntung dalam perjalanan menuju ke tanah Perjanjian, ayat 6-9
·         Yosua mulai mengatur suku-suku Israel utuk memasuki tanah perjanjian.
Yosua Membawa Bangsa Israel Masuk Tanah Perjanjian
Yosua memunyai tujuan yang jelas, yaitu tujuan yang berorientasi pada petunjuk Tuhan (Yosua 1:2b) untuk membawa orang Israel ke Kanaan. Namun tujuannya bukan hanya sampai kepada wilayah teritorial melainkan juga bagaimana agar Israel tetap menjadi umat Tuhan yang setia. Cara yang dilakukan oleh Yosua untuk mencapai tujuan itu adalah sebagai berikut.
Pertama, Mempertahankan sistem organisasi yang diwariskan oleh Musa.
Kedua,  Memasuki, menaklukkan, dan menduduki Kanaan.  Secara teritorial, hal tersebut dilakukannya dengan teliti dan hati-hati serta mempelajari strategi perang dan tidak sembarangan dalam bertindak (2:1). Hal itu terbukti ketika ia mengirim pengintai (2:1-24), melawan Ai (8:3-9), juga pada waktu melawan lima raja. Yosua memakai strategi menyerang lebih dulu secara tiba-tiba sebelum diserang (10:9) juga pada waktu melawan raja-raja bagian utara (11:7). Dalam setiap peperangan, Yosua sendirilah yang memimpin (8:1-29) dan Yosua tetap
11:15,20).
Ketiga, Mengingatkan orang Israel untuk hidup dalam kekudusan (3:5). Untuk menjaga kesetiaan orang Israel terhadap Tuhan, Yosua juga menguduskan orang Israel dengan menyunat mereka (5:2), membuat mezbah di gunung Ebal (8:30), dan membacakan perkataan hukum Taurat (8:34-35). Dia memberikan pesan rohani kepada suku Ruben, Gad, dan sebagian suku Manasye sebelum mereka kembali ke tanah pusaka di seberang sungai Yordan di tanah Gilead agar mereka setia kepada Tuhan (22:5-6). Sampai masa tuanya pun Yosua selalu mengingatkan orang Israel untuk melakukan perintah Tuhan (23:6), bahkan dia memperbarui perjanjian di Sikhem (24:25-28).
Yosua memimpin orang Israel selama sekitar 20 tahun dan Yosua meninggal dalam usia 110 tahun (24:29). Pada permulaan kitab Yosua, Yosua hanya disebut sebagai "abdi Musa" (1:1) tetapi pada bagian akhir dari kitab Yosua, Yosua disebut sebagai "hamba Tuhan" (24:29)artinya bahwa pada akhirnya Yosua disejajarkan dengan Musa (1:1). Penyejajaran Yosua dengan Musa tidak terjadi secara instan tetapi melewati suatu proses yang panjang, khususnya dalam hubungan rohaninya dengan Tuhan. Mungkin di awal dari kepemimpinan Yosua tidak semua orang Israel yakin bahwa Yosua pantas menggantikan Musa, tetapi dengan kenyataan seperti dituliskan dalam kitab Yosua ini mereka pada akhirnya akan berkata bahwa Yosua pantas menggantikan Musa sebagai pemimpin Israel yang membawa Israel memasuki Kanaan, menaklukkan Kanaan, dan menduduki Kanaan; bahkan jasanya yang lebih besar adalah membuat Israel menjadi umat Tuhan yang taat kepada Tuhannya, paling tidak selama dan beberapa waktu setelah kepemimpinan Yosua.
Berkat rohani dari kehidupan Yosua memang sangat luar biasa dan sangat melimpah; prinsip-prinsipnya sangat jelas, khususnya dalam bidang kepemimpinan. Sangat baik jika dalam bidang kepemimpinan seorang Kristen atau Gereja merasa mendapat berkat dari kepemimpinan Yosua. Tetapi seperti Yosua, hendaknya kita menerapkan prinsip-prinsip itu dengan segala dinamika di dalamnya, bahwa kepemimpinan juga itu pasti tidak bebas kita menjadi pemimpin-pemimpin yang seperti Yosua, yang tetap dalam komitmen untuk selalu berhubungan dengan Tuhan.[12]
Tanah Perjanjian Di Jaman Raja Daud
Daud adalah anak bungsu dari delapan bersaudara.   Sebelum menjadi raja ia hanyalah seorang gembala yang menghabiskan hari-harinya dengan menggembalakan domba-domba Isai, ayahnya, di padang di Betlehem.  Namun, Daud bukanlah seorang gembala biasa.  Sebagai seorang pria ia berwajah tampan dan mempesona dengan sorot matanya yang elok.  Di padang rumput yang luas dan indah, ia memperoleh inspirasi untuk menulis puisi-puisi yang romantis dan memainkan kecapinya yang lembut nan syahdu.  Atas kehendak TUHAN, hakim Samuel mengurapi Daud menjadi raja menggantikan Saul bin Kisy dari suku Benyamin.(1 Samuel 16:13)  Sebagai raja Israel yang pertama, Saul telah ditolak karena tidak mampu mengedepankan perintah TUHAN dan bertindak menurut kehendaknya sendiri.
Ketika Saul digambarkan sebagai prajurit bertemperamen tinggi, Daud justru tampil layaknya seorang prajurit yang rendah hati juga diplomat yang tenang dan mampu membangun kekuatan politisnya dengan taktik-taktik yang cemerlang.  Daud yang berasal dari suku Yehuda ini meraih simpati dari semua suku Israel untuk kemudian mengakui keabsahannya sebagai raja atas Israel Raya.  Bahkan ia mampu berdiplomatis dengan meraih kepercayaan negara tetangga serta musuh-musuh Israel lainnya
Pada masa Yosua, Tuhan memberi perintah kepada Yosua untuk mengambil seluruh teritorial seperti yang telah disebutkan oleh Musa (Yosua 1:4). Namun selama masa itu Israel gagal untuk mendapatkan seluruh tanah yang telah Tuhan janjikan, sebab utamanya adalah karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan, sehingga Tuhan menghukum mereka dengan tidak memberikan seluruh tanah itu kepada bangsa Israel. Dan selama masa raja-raja Israel, tidak ada satu raja pun yang berhasil mendapatkan seluruh Tanah Perjanjian itu kecuali Daud (itu pun masih ada satu bagian tanah, Tanah orang Het yang tidak menjadi kekuasaan Israel).
Kemenangan-Kemengan Daud Merebut Tanah Perjanjian
Tanah perjanjian dalam masa pemerintahan raja Daud mengalamai puncak kejayaannya mengalahkan musuh musuh bangsa Israel sebagaimana yang tercatat dalam nats Alkitab yang tercantum dalam 2 Samuel 8:1-14, 1 Tawarikh 18:1-10. Daerah daerah yang dikalah oleh Daud adalah sebagai berikut: Daerah Filistin dengan  mengambil kendali atas seluruh pemerintaannya ibu kotanya (ay.1) kemudian mengalahkan orang Moab, dimana orang Moab diwajibkan harus membayar upeti kepada kepada Daud. Selanjutnya Daud memukul kalah Hadadazer bin Rehob, Raja Zoba, Daud juga menawan pasukan berkuda dan puluhan ribu pasukan berjalan kaki pada pertempuran ini (ay. 3,4).
Lalu Daud juga mengalahkan persekongkolan raja Hadadazer dengan orang Aram dari Damsyik dan menewaskan dua puluh dua ribu orang. Kemudian Daud menempatkan pasukan pasukan pendudukan di daerah orang Aram dari Damsyik. Orang Aram itu takluk kepada Daud dan harus mempersembahkan upeti juga. Tuhan memberi kemengan kepada Daud kemanapun ia pergi berperang. Dan oleh sebab keberhasilan Raja Daud mengalahkan musuh musuhnya, ketika Tou Raja Hamat mendengar kabar itu, maka dia menyuruh Yoram anaknya untuk menyampaikan salam dan persembahan kepada raja. Dan yang terakhir dalam bagian ini raja Daud juga menang atas orang Edom di lembah Asin, lalu ia menempatkan pasukan pasukan pendudukan, sehingga seluruh Edom takluk pada masa Daud menjadi raja.






BAB III
KESIMPULAN
Allah memberikan tanah Kanaan kepada bangsa Israel menjadi tempat kediaman dan menjadi milik pusaka bangsa Israel sesuai dengan janji Allah kepada bapa leluhur mereka Abraham. Pemberian tanah kepada bangsa Israel adalah suatu tuntutan kepada mereka untuk tetap selalu menguduskan dirinya di tanah milik Allah. Pemberian tanah Kanaan adalah merupakan penggenapan dari janji Allah, tetapi juga bahwa pemberian tanah tersebut adalah juga merupakan suatu janji. Dengan demikian janji tersebut tidak hanya berhenti sampai di sana saja, tetapi janji tersebut adalah janji yang secara terus-menerus berkelanjutan.
Pemberian tanah Kanaan sudah merupakan tujuan dan rencana Allah dalam berbagai tindakanya, artinya bahwa tindakan Allah kepada bangsa Israel merupakan proses atau pendahuluan bagi mereka dalam penerimaan janji tanah yang akan diberikan Allah. Tindakan-tindakan Allah yang merupakan awal dari pemberian tanah Kanaan tersebut, misalnya: pembebasan bangsa Israel dari tanah perbudakan Mesir, pembimbingan di padang gurun, penyataan Allah kepada mereka di gunung Sinai. Oleh karena itu, tanah Kanaan seringkali disebut sebagai nahala yang artinya daerah/negeri milik pusaka bagi bangsa Israel. Tetapi tanah Kanaan juga sering disebut dengan ahuzzah yang artinya adalah milik (Kejadian 17:8; 48:4; Imamat 14:34; 25:24; Bil. 35:8; Ul. 32:49; Yos 21:42).
Pemberian tanah tersebut oleh Allah menyatakan bahwa bangsa Israel mempunyai hak atas tanah itu, sebab Allah sunguh-sungguh memberikan tanah itu kepada mereka, itulah sebabnya bangsa Israel selalu merasa di rumah sendiri dan sudah mempunyai hak tinggal ketika mereka sedang berada di tanah perjanjian itu. Itulah berkat yang diterima oleh mereka dari Allah, dan berkat itu sudah diterima oleh Abraham, Isak dan Yakub, artinya bahwa berkat itu adalah janji tetapi setetal Allah menjanjikannya maka penggenapanya juga sudah berlangsung pada saat itu juga.  Konsep dari penggenapan dari semua perjanjian yang dinyakan Allah kepada bangsa Israel adalah berakar dan berpusat pada perjanjian Allah dengan Abraham.





















KEPUSTAKAAN
Buku
Barth, Carl., Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,2008), 10.
Alfred, Day Ely, “אֶרֶץ” dalam James Orr, International Standard Bible Enciclopedia, (Michigan : Grand Rapids,1980), 1826.
Bergman, “אֶרֶץ”  dalam, G. Johanes Botterweck, Theological Dictionary Of the Old Testament Vol I, Michigan: Grand Rapids, 1972
Johannes, Botterweck G. (ed), Theological Dictionary Of the Old Testament Vol II, Michigan : Grand Rapids, 1977
Lisowky, Gerhard Drivileg Wrutt, Korkordanz Zum Hebraischen Alten,: (Germany: Bibelanstult Stuttgart, 1958),  143-144.
Walker, D.F., Korkordansi Alkitab,( Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2008) , 231.


Internet

http://www.pesta.org/tbiblika, Diakses 27 Oktober 2014
http://rogermixtica.wordpress.com/2012/12/09/perjanjian-allah/, Diakses 31 Oktober 2014
Sumber : http://www.pesta.org/book/export/html/189, Diakses 30 Oktober 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Keluar_dari_Mesir#cite_ref-2, diakses 30 Oktober 2014
www.sabda.org//artikel.php. Diakses 30 Oktober 2014
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/077, Diakses 30 Oktober 2014
















[1] Carl. Barth, Teologi Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,2008), 10.
[2] Day Alfred Ely, “אֶרֶץ” dalam James Orr, International Standard Bible Enciclopedia, (Michigan : Grand Rapids,1980), 1826.
[3] Bergman, “אֶרֶץ”  dalam, G. Johanes Botterweck, Theological Dictionary Of the Old Testament Vol I, (Michigan: Grand Rapids, 1972), 388.
[4] Botterweck G. Johannes (ed), Theological Dictionary Of the Old Testament Vol II, (Michigan : Grand Rapids, 1977), 393.
[5] Gerhard Lisowky Drivileg Wrutt, Korkordanz Zum Hebraischen Alten,: (Germany: Bibelanstult Stuttgart, 1958),  143-144.
[6] D.F. Walker, Korkordansi Alkitab,( Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2008) , 231.

[7] http://www.pesta.org/tbiblika, Diakses 27 Oktober 2014
[8] http://rogermixtica.wordpress.com/2012/12/09/perjanjian-allah/, Diakses 31 Oktober 2014
[9] Sumber : http://www.pesta.org/book/export/html/189, Diakses 30 Oktober 2014

[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Keluar_dari_Mesir#cite_ref-2, diakses 30 November 2014
[11] www.sabda.org//artikel.php

[12] http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/077

Tidak ada komentar:

Posting Komentar