BAB I
PENDAHULUAN
Alkitab tidak memerintahkan
orang-orang Kristen untuk berpuasa. Puasa bukanlah sesuatu yang dituntut atau
diminta Allah dari orang-orang Kristen. Pada saat yang sama, Alkitab
memperkenalkan puasa sebagai sesuatu yang baik, berguna dan perlu dilakukan. Tujuan dari puasa adalah melepaskan mata kita dari
hal-hal duniawi dan berpusat pada Tuhan. Puasa adalah cara untuk
mendemonstrasikan kepada Tuhan, dan kepada diri sendiri, bahwa ada keseriusan dalam
hubungan dengan Tuhan. Puasa menolong orang percaya untuk memperoleh hubungan yang lebih intim dengan Tuhan.
Berhubungan dengan itu maka orang sangat cenderung berpuasa
secara demonstratif. Orang amat suka menonjolkan bahwa ia berpuasa. Dalam kitab Injil-injil setidaknya
ada satu perikop yang di tulis oleh tiga orang yang berbeda secara karakter,
gaya penulisan dan berbeda waktu pada saat itu. Dalam kitab Matius 6:16-18 LAI
memberikan topic tentang Hal berpuasa, Kitab Markus 2:18-22 memberikan topic
yang sama yaitu Hal berpuasa, Kitab Lukas 5:33-39 juga berbicara mengenai Hal
Berpuasa, tetapi dalam kitab Yohanes tidak membicarakan tentang hal Berpuasa,
kenapa? Saya akan kupas lebih dalam mengenai perikop ini dan
tanggapan-tanggapan berkaitan dengan topic yang sama pada ketiga kitab ini pada
BAB II.
Latar
Belakang Injil Matius
Injil ini dengan tepat sekali
ditempatkan pertama sebagai pengantar PB dan "Mesias, Anak Allah yang
hidup" (Mat 16:16). Walaupun nama pengarang tidak disebutkan dalam nas
Alkitab, kesaksian semua bapa gereja yang mula-mula (sejak kira-kira tahun 130
M) menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius, salah seorang murid Yesus. Jikalau Injil Markus ditulis untuk orang Romawi dan
Injil Lukas untuk Teofilus dan semua orang percaya bukan Yahudi, maka Injil
Matius ditulis untuk orang percaya bangsa Yahudi.
Latar Belakang Yahudi dari
Injil ini tampak dalam banyak hal, termasuk Pertama: ketergantungannya pada penyataan, janji, dan nubuat PL
untuk membuktikan bahwa Yesus memang Mesias yang sudah lama dinantikan;
Kedua: hal merunut garis silsilah Yesus, bertolak dari Abraham (Mat 1:1-17);
Ketiga: pernyataannya yang berulang-ulang bahwa Yesus adalah "Anak Daud" (Mat 1:1; Mat 9:27; Mat 12:23; Mat 15:22; Mat 20:30-31; Mat 21:9,15; Mat 22:41-45);
Keempat penggunaan istilah yang khas Yahudi seperti "Kerajaan Sorga" (yang searti dengan "Kerajaan Allah") sebagai ungkapan rasa hormat orang Yahudi sehingga segan menyebut nama Allah secara langsung dan Kelima: petunjuknya kepada berbagai kebiasaan Yahudi tanpa memberikan penjelasan apa pun (berbeda dengan kitab-kitab Injil yang lain).
Kedua: hal merunut garis silsilah Yesus, bertolak dari Abraham (Mat 1:1-17);
Ketiga: pernyataannya yang berulang-ulang bahwa Yesus adalah "Anak Daud" (Mat 1:1; Mat 9:27; Mat 12:23; Mat 15:22; Mat 20:30-31; Mat 21:9,15; Mat 22:41-45);
Keempat penggunaan istilah yang khas Yahudi seperti "Kerajaan Sorga" (yang searti dengan "Kerajaan Allah") sebagai ungkapan rasa hormat orang Yahudi sehingga segan menyebut nama Allah secara langsung dan Kelima: petunjuknya kepada berbagai kebiasaan Yahudi tanpa memberikan penjelasan apa pun (berbeda dengan kitab-kitab Injil yang lain).
Sekalipun demikian, Injil ini
tidak semata-mata untuk orang Yahudi. Seperti amanat Yesus sendiri, Injil
Matius pada hakikatnya ditujukan kepada seluruh gereja, serta dengan saksama
menyatakan lingkup universal Injil (mis. Mat 2:1-12; Mat 8:11-12; Mat 13:38;
Mat 21:43; Mat 28:18-20). Tanggal
dan tempat Injil ini berasal tidak dapat dipastikan. Akan tetapi, ada alasan
kuat untuk beranggapan bahwa Matius menulis sebelum tahun 70 M ketika berada di
Palestina atau Antiokia di Siria. Beberapa sarjana Alkitab percaya bahwa Injil
ini merupakan Injil yang pertama ditulis, sedangkan ahli yang lain beranggapan
bahwa Injil yang ditulis pertama adalah Injil Markus.
Matius memperkenalkan Yesus
sebagai penggenapan pengharapan Israel yang dinubuatkan. Yesus menggenapi
nubuat PL dalam kelahiran-Nya (Mat 1:22-23), tempat lahir (Mat 2:5-6),
peristiwa kembali dari Mesir (Mat 2:15) dan tinggal di Nazaret (Mat 2:23); Ia
juga diperkenalkan sebagai Oknum yang didahului oleh perintis jalan Sang Mesias
(Mat 3:1-3); dalam hubungan dengan lokasi utama dari pelayanan-Nya di depan
umum (Mat 4:14-16), pelayanan penyembuhan-Nya (Mat 8:17), peranan-Nya selaku
hamba Allah (Mat 12:17-21), ajaran-Nya dalam bentuk perumpamaan (Mat 13:34-35),
peristiwa memasuki Yerusalem dengan jaya (Mat 21:4-5) dan penangkapan-Nya (Mat
26:56).[1]
Di
kalangan jemaat pertama, ada kebulatan pendapat bahwa Injil ini ditulis oleh
rasul Matius dalam bahasa Ibrani (atau Aram) dan bahwa Injil ini ditulis lebih dulu dari Injil-injil lainnya.
Pandangan ini sekarang banyak ditentang oleh ahli-ahli. Alasan menentang
pendapat ini ialah, pertama apakah seorang rasul yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri
kejadian-kejadian yang dicatat, toh akan mengambil bahan dari Injil Markus,
yang penulisnya bukan rasul? Kelihatan ini kurang masuk akal. Tapi dijawab
bahwa tulisan Markus dianggap berwibawa bahkan oleh rasul-rasul lain karena
mencatat ajaran Petrus. Mungkin Matius telah memakai Injil Markus dengan
mengubah dan memperbaikinya di sana-sini untuk menyesuaikannya
dengan apa yang dialaminya sendiri.
Alasan
selanjutnya menentang pendapat Matius-lah penulisnya ialah, bahwa beberapa dari
cerita, biasanya cerita tentang mujizat-mujizat,
dalam bahan-bahan yang khas Matius, dan beberapa ajaran, terutama ajaran yang menekankan eskatologi futuris, tidak mungkin berasal dari seorang rasul. Ini adalah suatu masalah, tapi untuk menerima pendapat itu begitu saja berarti telah memberi jawaban yang terlalu pasti pada persoalan, sampai berapa jauhkah Injil Markus merupakan patokan dan apakah Injil-injil yang lain masing-masing dengan tekanan khususnya, tidak memberikan gambaran yang lebih lengkap daripada Injil Markus tentang perkataan dan perbuatan Yesus.
dalam bahan-bahan yang khas Matius, dan beberapa ajaran, terutama ajaran yang menekankan eskatologi futuris, tidak mungkin berasal dari seorang rasul. Ini adalah suatu masalah, tapi untuk menerima pendapat itu begitu saja berarti telah memberi jawaban yang terlalu pasti pada persoalan, sampai berapa jauhkah Injil Markus merupakan patokan dan apakah Injil-injil yang lain masing-masing dengan tekanan khususnya, tidak memberikan gambaran yang lebih lengkap daripada Injil Markus tentang perkataan dan perbuatan Yesus.
Papias
(40-130 Masehi) mengatakan, "Matius menulis Logia dalam bahasa Ibrani dan
setiap orang menafsirkannya menurut kesanggupannya." Jadi Papias
menganggap bahwa Injil Matius ditulis dalam bahasa Aram, suatu pendapat yang
pada umumnya tidak dianut orang lagi, oleh karena Matius menggunakan Injil
Markus dan Septuaginta (LXX). Orang-orang yang sependapat dengan Papias harus
juga menganggap bahwa Injil Matius didasarkan pada suatu revisi menyeluruh dari
naskah asli dalam bahasa Aram itu yang sering menunjuk kepada Injil Markus, dan
hal ini sangat tidak mungkin. [2]
Jadi
Papias harus dianggap salah tentang bahasa, tapi benar tentang penulis Injil
Matius; atau menunjuk kepada sesuatu yang lain. Jika Papias tidak menunjuk
kepada Injil Matius, apakah yang dimaksudkannya dengan 'Logia'? Ada dua pendapat yang telah mendapat sokongan di
kalangan ahli. Kemungkinan pertama ialah, Logia itu suatu kumpulan
"kesaksian" atau kutipan
dari Perjanjian Lama, tapi hampir tidak ada bukti bahwa pernah ada kumpulan
semacam itu dalam bentuk buku. Kedua, barangkali 'Logia' itu menunjuk kepada
suatu kumpulan ucapan, dan jika memang begitu, dapat dikatakan bahwa ini adalah
Q. Tapi tidak diketahui apakah Q adalah sumber yang tertulis atau lisan, dan
kalau memang tertulis apakah naskahnya satu atau lebih? Apalagi istilah 'Logia'
bukan hanya berarti suatu kumpulan ucapan. Dan dalam beberapa tulisan
orang-orang Kristen zaman purba, dan mungkin juga oleh Papias sendiri, istilah
itu dipakai dalam arti "Injil". Nampaknya tidak dapat disangkal bahwa rasul Matius
memang punya sangkut-paut dengan Injil yang memakai namanya, bukan dalam isi,
tapi dalam judul, yang barangkali diikatkan pada Injil ini
pada permulaan abad ke-2.
Hal
ini mencerminkan kepercayaan yang meluas pada waktu itu bahwa dialah
penulisnya. Dia tidak cukup terkemuka untuk dianggap sebagai penulis Injil itu
sekiranya penulisnya tidak diketahui. Kenyataan
bahwa ia disebut 'Matius' dan bukan 'Lewi' waktu ia dipanggil oleh Yesus untuk
mengikuti-Nya tidak dapat dipakai sebagai alasan yang kuat bahwa dialah penulisnya.
Apa dan dalam bentuk apa sebenarnya hubungan rasul Matius dengan Injil ini tak
dapat diketahui dengan tepat, tapi kalau bukan dia penulis Injil itu, besar
sekali kemungkinan bahwa ia adalah seorang pemimpin dalam masyarakat di mana
Injil ini lahir (masyarakat yang dimaksud barangkali adalah semacam sekolah
katekisasi).
Atau
kalau bukan demikian, mungkin ia punya peranan penting dalam pengumpulan dan
penurunan bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam Injil itu. Susunan yang
sistematis dari Injil itu sering dianggap menunjukkan tanda-tanda pekerjaan
seorang pejabat cukai. Bagaimana juga, penulis Injil ini mungkin berpikir
tentang tugasnya sendiri waktu ia menulis, bahwa "setiap ahli Taurat yang
menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang
mengeluarkan harga yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya."[3]
BAB II
PENGERTIAN PUASA
Etimologi
Kata ‘puasa’ berasal
dari kata tsom dalam bahasa Ibrani dan φαίνω (Phaino) yaitu kata benda aorist pasif orang kedua tunggal yang
artinya Penyemiran, memberikan cahaya, menjadi terang atau bersinar.[4]
Terminologi
Menurut Ensiklopedia Grolier, puasa adalah : Tindakan
menjauhkan diri dari makanan, baik secara keseluruhan atau sebagian, untuk
suatu masa tertentu.
Berpuasa adalah dengan sukarela dan dengan sengaja tidak makan dan minum dengan tujuan agar supaya dapat memusatkan pikiran terhadap doa. Atau dengan lain perkataan, puasa adalah suatu keputusan tindakan yang dengan kesadaran penuh menjauhkan diri dari makanan ataupun minuman untuk menambah kuasa yang lebih besar pada doa seseorang.
Berpuasa adalah dengan sukarela dan dengan sengaja tidak makan dan minum dengan tujuan agar supaya dapat memusatkan pikiran terhadap doa. Atau dengan lain perkataan, puasa adalah suatu keputusan tindakan yang dengan kesadaran penuh menjauhkan diri dari makanan ataupun minuman untuk menambah kuasa yang lebih besar pada doa seseorang.
Jenis-jenis
Puasa
Pertama: Puasa
Normal, dilakukan tanpa makanan selama masa tertentu dan hanya memasukkan
cairan. Lamanya bisa satu hari (Hakim-hakim 20:26).
Kedua:
Puasa Mutlak, dilakukan tanpa makanan atau air (Ester 4:16; Yunus
3:5-7).
Ketiga: Puasa
Parsial, melibatkan penghilangan jam makan dalam sehari, atau menghilangkan
makanan tertentu untuk suatu masa tertentu.
Keempat: Puasa
Bergilir, melibatkan penghindaran makan tertentu secara berkala.
TUJUAN BERPUASA
Untuk meremukkan jiwa (Mazmur 69:11), Untuk merendahkan diri
(Ezra 8:21; Mazmur 35:13), Untuk
mencari TUHAN (2 Tawarikh 20:3-4), dan Untuk bersiap dalam peperangan rohani (Matius 17:21).
MANFAAT BERPUASA
Meletakkan tubuh pada tempatnya (1 Korintus 9:27), Memberikan kemenangan atas
pencobaan (Matius 4:1-2), Mempertajam
pengertian rohani kita sehingga memampukan kita mengambil keputusan yang benar
(Matius 4:10).
KARAKTERISTIK PUASA YANG ALKITABIAH (Yesaya 58:3-9)
- Puasa Para Murid (Matius 17:21).
- Puasa Ezra (Ezra 8:23).
- Puasa Samuel (1 Samuel 7:6).
- Puasa Elia (1 Raja-raja 19:4-8).
- Puasa Janda (1 Raja-raja 17:16).
- Puasa Rasul Paulus (KPR. 9:9).
- Puasa Daniel (Daniel 1:8).
- Puasa Yohanes Pembaptis (Lukas 1:15).
- Puasa Ester (Ester 4:16’ 5:2).[5]
- Puasa Para Murid (Matius 17:21).
- Puasa Ezra (Ezra 8:23).
- Puasa Samuel (1 Samuel 7:6).
- Puasa Elia (1 Raja-raja 19:4-8).
- Puasa Janda (1 Raja-raja 17:16).
- Puasa Rasul Paulus (KPR. 9:9).
- Puasa Daniel (Daniel 1:8).
- Puasa Yohanes Pembaptis (Lukas 1:15).
- Puasa Ester (Ester 4:16’ 5:2).[5]
Eksposisi
Hal Berpuasa Dalam Matius 6:16-18
Ada beberapa
hal yang dimaksud dalam hal berpuasa ini. Dalam ayat-ayat di atas ada suatu peringatkan
mengenai kemunafikan dalam hal berpuasa, seperti sebelumnya dalam hal memberi
sedekah dan berdoa. Pertama: Di sini
dipandang bahwa ibadah puasa merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan
oleh murid-murid Kristus apabila Allah, dalam pemeliharaan-Nya, mewajibkannya
kepada mereka, dan apabila masalah-masalah kejiwaan mereka sendiri mengharuskan
mereka untuk menjalankannya. Waktunya
akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan
berpuasa (Mat. 9:15).
Hal berpuasa di sini disebutkan terakhir, sebab berpuasa pada intinya bukanlah
suatu kewajiban itu sendiri, melainkan suatu sarana untuk mencondongkan hati
kita agar dapat melakukan kewajiban-kewajiban lain.
Doa
disebutkan di antara hal bersedekah dan berpuasa, sebagai sesuatu yang
merupakan hidup dan jiwa bagi keduanya. Di sini, Kristus terutama berbicara
mengenai puasa-puasa yang dijalankan secara pribadi, seperti yang ditetapkan
orang-orang tertentu bagi diri mereka sendiri, sebagai persembahan yang
dilakukan atas kehendak bebas diri sendiri. Puasa seperti ini umumnya dilakukan
oleh orang-orang Yahudi yang saleh. Sebagian orang berpuasa selama sehari,
sebagian yang lain selama dua hari, yang lain lagi sekali seminggu, dan ada
pula yang lebih jarang, sesuai kebutuhan masing-masing. Pada hari-hari itu,
mereka tidak makan sampai matahari terbenam, dan kalaupun makan, mereka hanya
makan sangat sedikit. Bukan puasa orang Farisi yang dijalankan selama dua kali semingguyang ditegur Kristus,
melainkan sikap sok pamer mereka dalam berpuasa (Luk. 18:12).
Berpuasa ini
memang kebiasaan yang patut dipuji, dan kita pantas merasa prihatin karena
kebiasaan ini umumnya begitu dilalaikan oleh orang-orang Kristen. Hana sering
berpuasa (Luk. 2:37).
Kornelius berpuasa dan berdoa (Kis. 10:30).
Orang Kristen mula-mula banyak berpuasa (Kis. 13:3;
14:23). Puasa pribadi juga dianggap sebagai kebiasaan yang lazim
dalam 1 Korintus
7:5. Puasa adalah suatu tindakan penyangkalan diri, pematian nafsu
kedagingan, pembalasan yang kudus terhadap diri kita sendiri, dan perendahan
diri kita di bawah tangan Allah. Melalui puasa, orang Kristen yang dewasa
rohani mengakui bahwa tidak ada suatu hal apa pun yang dapat mereka banggakan,
bahwa mereka sebenarnya tidak layak menerima makanan mereka sehari-hari. Puasa
merupakan sarana untuk mengekang kedagingan beserta nafsu-nafsunya, dan untuk
membuat kita semakin giat menjalani ibadah agama, karena perut kenyang
cenderung membuat kita malas dan mengantuk. Rasul Paulus kerap kali berpuasa, dan dengan
demikian melatih tubuh dan
menguasainya seluruhnya.
Tidak
Berpuasa seperti Orang Munafik
Orang percaya diperingatkan untuk tidak
berpuasa seperti orang munafik,
supaya kita tidak kehilangan upahnya; dan semakin sulit kewajiban itu
dilaksanakan, semakin besarlah kerugian yang diderita jika kita kehilangan
upahnya. Orang-orang munafik pura-pura
berpuasa. Dalam jiwa mereka sama sekali tidak terdapat penyesalan dosa dan
kerendahan hati yang merupakan hidup dan jiwa dari berpuasa itu. Puasa yang
mereka jalankan itu sekadar ikut-ikutan saja, sekadar unjuk diri dan
bayang-bayang yang tanpa hakikat di dalamnya. Mereka berpuasa dan merasa diri
sudah menjadi lebih rendah hati, padahal sebenarnya tidak, dan dengan demikian
mereka berusaha menipu Allah, yang merupakan suatu tindakan penghinaan paling
besar terhadap-Nya.
Puasa yang
dikehendaki Allah adalah hari
untuk merendahkan diri, bukan untuk menundukkan kepala seperti gelagah, bukan juga untuk membentangkan kain karung dan abu sebagai
lapik tidur; kita keliru jika menyebut hal ini sebagai puasa (Yes. 58:5).
Kalau hanya sebatas melatih tubuh saja dan tidak lebih dari itu, maka sedikit
saja manfaatnya, karena itu bukan namanya berpuasa bagi Allah.
Mereka suka
memamerkan puasa mereka, dan berusaha agar semua orang yang melihat mereka tahu
bahwa hari itu merupakan puasa bagi mereka. Bahkan pada hari-hari itu mereka
kerap terlihat di jalanan, padahal sebenarnya mereka harus berada di kamar
masing-masing. Mereka juga memperlihatkan wajah yang murung dan muram, mereka
melangkah dengan lamban dan khidmat, serta mengubah penampilan mereka dengan
sedemikian buruk sehingga orang bisa melihat betapa seringnya mereka berpuasa
dan dengan demikian akan menghormati mereka sebagai orang-orang yang saleh dan
mampu menahan diri. Perhatikanlah, betapa menyedihkan melihat orang yang dalam
taraf tertentu sudah dapat mengatasi godaan kenikmatan duniawi, yaitu kejahatan
hawa nafsu, namun justru dibinasakan oleh keangkuhan mereka, yaitu kejahatan rohani,
yang tidak kalah berbahayanya. Di sini juga disebutkan bahwa mereka sudah mendapat upahnya, yakni
pujian dan penghormatan dari manusia yang begitu mereka dambakan.Mereka sudah mendapatkannya, dan hanya
itulah yang bisa mereka dapatkan.
Berpuasa
hanya diketahui diri sendiri
Orang
Percaya diberi petunjuk bagaimana sebaiknya menjalankan puasa pribadi, yakni
bahwa puasa itu hanya untuk diketahui diri sendiri (ay. 17-18).
Kristus tidak mengatakan seberapa sering kita harus berpuasa. Keadaan orang
berbeda-beda, dan diperlukan hikmat untuk menentukannya. Roh dalam firman telah
menyerahkannya kepada Roh dalam hati. Namun jadikanlah ini sebagai pedoman,
yaitu bahwa setiap kali kamu menjalankan kewajiban ini, usahakanlah agar hal
itu berkenan kepada Allah, dan bukan untuk mendapatkan pujian-pujian dari
manusia. Kerendahan hati harus senantiasa mengiringi tindakan kita dalam
merendahkan diri. Kristus tidak memberikan perintah untuk mengurangi hal apa
pun yang memang nyata ada ketika orang berpuasa. Ia tidak berkata,
"Makanlah sedikit saja, atau minumlah sedikit saja, atau minumlah anggur
sedikit saja."
Tidak,
tetapi "Biarlah tubuhmu menderita, namun janganlah memamerkan hal itu.
Tampillah dengan air muka, penampilan, dan pakaianmu seperti biasa, dan
sementara engkau berpantang dari kenikmatan jasmani, lakukanlah sedemikian rupa
sehingga hal itu tidak menjadi perhatian orang, bahkan oleh orang yang sedang
berada paling dekat denganmu. Tampillah dengan segar, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu,
sama seperti yang kamu lakukan pada hari-hari biasa, dengan sengaja
sembunyikanlah ibadahmu itu. Dengan demikian, pada akhirnya engkau tidak akan
kehilangan pujian untuk itu, sebab meskipun tidak ada pujian datang dari
manusia, akan ada pujian yang berasal dari Allah." Berpuasa adalah
merendahkan hati (Mzm. 35:13),
itulah inti kewajiban ini. Oleh sebab itu, biarlah ini menjadi perhatianmu yang
utama, dan untuk hal-hal yang lahiriah dalam berpuasa, janganlah berusaha
memperlihatkannya kepada orang lain.
Jika kita
bersungguh-sungguh dalam berpuasa, merendahkan diri, dan percaya pada
kemahatahuan Allah sebagai saksi kita, dan juga pada kebaikan-Nya sebagai upah
kita, maka akan kita dapati bahwa Dia benar-benar melihat apa yang tersembunyi dan sekaligus
akan memberikan upah secara
terang-terangan. Ibadah puasa, jika dilakukan dengan benar, akan segera
dibalas dengan pesta kelimpahan yang abadi. Perkenanan Allah terhadap puasa-puasa
pribadi kita harus membuat kita mati, baik itu terhadap pujian manusia (kita
tidak boleh melaksanakan kewajiban itu untuk mendapatkan pujian) maupun
terhadap kecaman manusia (kita tidak boleh melalaikan kewajiban ini karena
takut kepada mereka). Puasa Daud berubah menjadi cela baginya (Mzm. 69:11),
namun demikian, dalam ayat Mzm. 69:14 dikatakan, Tetapi aku, biar saja orang berkata
sesuka hati mengenai aku, aku
berdoa kepada-Mu, ya TUHAN, pada waktu Engkau berkenan.[6]
Topik
tentang hal berpuasa dalam Injil Markus dan Injil Lukas
Di dalam
Markus 2:18-22 banyak berbicara mengenai esensi dan maksud dari puasa itu
kepada orang Yahudi. Sebelumnya Kristus didesak untuk membuktikan bahwa
diri-Nya tidak bersalah ketika Dia bergaul dengan pemungut cukai dan orang berdosa. Sekarang giliran-Nya untuk
membuktikan bahwa murid-murid-Nya benar. Bila mereka melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendak-Nya, Ia akan membenarkan dan menyokong mereka.
Ia membenarkan mereka dalam hal tidak
berpuasa, sebagai tanggapan atas celaan orang Farisi terhadap mereka. Mengapa
orang Farisi dan murid-murid Yohanes berpuasa? Karena mereka sudah biasa
berpuasa, orang Farisi berpuasa dua
kali seminggu (Luk. 18:12),
dan boleh jadi murid-murid Yohanes juga melakukannya. Sepertinya, justru hari
itu, ketika Kristus dan para murid-Nya sedang berpesta di rumah Lewi, adalah
hari orang Farisi berpuasa, sebab istilah yang digunakan adalah nesteuousi -- mereka berpuasa (waktu
kini) atau sedang berpuasa,
yang semakin menambah sakit hati mereka. Begitulah orang-orang fanatik selalu
membuat kebiasaan mereka menjadi pedoman mutlak yang harus diikuti, dan mereka
akan mencela serta menyalahkan semua orang yang tidak sepenuhnya melaksanakan
hal itu. Secara menyakitkan mereka memberikan kesan bahwa bila Kristus bergaul
dengan orang berdosa untuk membawa kebaikan kepada
mereka, sebagaimana yang dikatakan-Nya sebagai pembelaan, para murid-Nya justru
memuaskan nafsu makan mereka, sebab mereka tidak tahu apa itu berpuasa atau
menyangkal diri. Perhatikanlah, kalau orang merasa dengki, hal-hal terburuklah
yang selalu dicurigainya.
Dua hal yang
dibela Kristus menyangkut murid-murid-Nya yang tidak berpuasa. Pertama: Bahwa saat ini adalah hari-hari
penghiburan bagi mereka, dan karena itu sekarang bukanlah waktu yang tepat
untuk berpuasa seperti waktu yang akan datang (ay. 19-20).
Segala sesuatu itu ada waktunya. Mereka yang akan memasuki hidup pernikahan
harus menantikan masalah dan kesusahan
badani. Namun, selama kekhidmatan pernikahan, pasangan pengantin
bersukacita dan merasa sudah selayaknya demikian. Sungguh tidak masuk akal
bahwa mempelai Simson menangis di
sampingnya selama mereka mengadakan perjamuan itu (Hak. 14:17).
Kristus dan murid-murid-Nya baru saja menikah, sang mempelai laki-laki itu
sedang bersama mereka, dan
pernikahan masih sedang dirayakan (terutama bagi Matius). Bila sang mempelai
laki-laki akan diambil dari mereka untuk
diutus ke negeri yang jauh untuk melaksanakan tugasnya, maka barulah pantas
mereka berlaku sebagai janda, dalam kesendirian dan berpuasa.
Kedua: Bahwa saat ini merupakan hari-hari permulaan
bagi mereka dan karena itu sekarang ini mereka belum begitu tahan dengan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang berat seperti yang akan mereka jalani di
kemudian hari. Orang-orang Farisi sudah lama terbiasa dengan kegiatan-kegiatan
keras semacam itu, dan Yohanes Pembaptis sendiri pun datang tanpa makan dan
minum. Sejak awal, murid-murid Yohanes sudah membiasakan diri menghadapi
berbagai kesukaran, dan oleh sebab itu, lebih mudah menjalankan puasa yang
ketat dan sering. Namun, tidak demikian halnya dengan murid-murid Kristus, Guru
mereka datang makan dan minum, dan belum mendidik mereka untuk
menjalani ibadah-ibadah agama yang berat, sebab segala sesuatu ada waktunya.
Menyuruh
mereka untuk sering berpuasa sejak awal akan mematahkan semangat mereka, dan
mungkin saja akan membuat mereka takut mengiring Kristus. Hal ini akan membawa
akibat buruk bagaikan mengisi
anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, atau menambalkan secarik kain yang belum susut pada
yang sudah usang dan lapuk (ay. 21-22).
Perhatikanlah, dengan penuh belas kasihan Allahmempertimbangkan keadaan orang Kristen muda, bahwa mereka
masih lemah dan rentan; jadi kita pun harus bersikap seperti itu. Janganlah
kita mengharapkan pekerjaan yang melebihi apa yang sudah ditentukan untuk
sehari itu dan biarlah kita menyesuaikan diri dengan kekuatan kita pada hari
itu, sebab bukan kita yang memberikan kekuatan pada hari itu. Banyak orang
membenci makanan tertentu yang sebenarnya baik karena ketika masih muda mereka
memakannya sampai terlalu kenjang. Sama halnya ada banyak orang yang curiga
terhadap pembebanan atas diri mereka dengan bermacam-macam kegiatan ibadah,
yang bahkan disertai dengankorban
sajian, pada saat mereka baru memulai. Orang-orang Kristen yang lemah
harus berhati-hati agar tidak memikul beban terlampau berat dan membuat kuk
Kristus menjadi tidak seperti yang seharusnya, yaitu mudah, enak, dan
menyenangkan hati.
Sedangkan
dalam Lukas 5:33-39 berbicara mengenai Hal berpuasa , seluruh perikop ini telah
dicatat dalam Matius dan Markus. Kisah tersebut bukanlah tentang suatu mujizat yang dilakukan Tuhan
Yesus, tetapi mengenai beberapa keajaiban
anugerah-Nya. Bagi orang-orang yang memahaminya dengan benar,
keajaiban-keajaiban anugerah ini pun merupakan bukti jati diri Kristus sebagai
utusan Allah, yang tidak kalah kuat bila dibandingkan dengan bukti-bukti
lainnya. Inilah keunikan dari
injil-injil yang di tulis oleh 3 karakter yang berbeda-beda. Tetapi yang
menjadi pertanyaannya adalah kenapa hal berpuasa tidak dimasukan dalam injil
Yohanes karna Injil Yohanes tidak lagi membicarakan kejadian-kejadian yang
Yesus lakukan seperti dalam ketiga injil lainnya. Dalam injil Yohanes langsung
pada pasal 1 dimulai dengan Firman yang menjadi manusia dan dalam injil Yohanes
sendiri penulisannya mengangkat pribadi Yesus sebagai Anak Allah. Kenapa
demikian, karena isi kitab Yohanes berbicara mengenai Pribadi Allah dan karya
penyelamatan.
BAB III
KESIMPULAN
Kitab inil-injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes mempunyai
gaya bahasa dan karakter penulisan yang berbeda-beda. Topic yang diangkat
disini adalah berbicara
mengenai Hal berpuasa dan tema
ini ada dalam ketiga Injil ini kecuali Injil Yohanes. "Makan dan
minum" tampaknya menjadi topik yang disoroti oleh orang-orang Farisi dan
ahli-ahli Taurat dalam dua perikop yang ada dalam Injil Matius dan Injil Markus. Pada perikop pertama, orang Farisi dan ahli
Taurat mempertanyakan sikap Yesus yang makan dan minum bersama orang-orang
berdosa. Pada perikop kedua, mereka mempertanyakan alasan murid-murid Yesus
makan dan minum, padahal murid-murid orang Farisi dan murid-murid Yohanes
berpuasa. Mereka tidak terima kedua hal tersebut sebab hakikat keagamaan mereka
sangat legalistis. Lihatlah kontras antara sikap orang Farisi dengan sikap
Yesus terhadap "pendosa" pada perikop pertama. Yesus bersikap
demikian karena Ia datang agar mereka berkesempatan untuk bertobat. Para
"pendosa\' bersukaria menikmati perjamuan, sementara orang Farisi hanya
mengomel. Sukacita terbesar memang terjadi bila manusia bisa berada dalam
persekutuan dengan Allah. Kehadiran-Nya membawa kesukaan pada para sahabat-Nya.
Kelak ketika Ia tidak bersama mereka, barulah mereka berpuasa. Yesus
menerangkan bahwa puasa, sebagai tanda pertobatan, adalah awal untuk menghayati
anugerah Allah. Pemikiran orang Farisi yang menganggap diri benar karena usaha
keagamaan yang ketat, tidak cocok dengan anugerah Allah yang memperbarui dari
hati ke perbuatan. Injil dari Yesus bagaikan anggur baru yang tidak cocok
ditaruh dalam kirbat keagamaan yang usang. Dari perikop ini intinya adalah berpuasa bukanlah sebuah hobby atau
kewajiban belaka tetapi berkaitan dengan hal yang sangat diinginkan Tuhan
adalah membangun hubungan yang intim dengan Tuhan dan menikmati hubungan dengan
Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar